Selasa, 02 Desember 2014

Om Yo Berharap Murai Batu Borneo dan Sumatera Satu Kelas

JAKARTA (KM) - Bagi Yohanes Tatit (Om Yo), merawat Murai Batu Borneo cukup menarik karena gaya yang unik, tipe petarung, kalau perlu pake fisik. Selain itu, suara Murai Batu Borneo juga sangat indah tidak kalah dengan Murai Batu Sumatera.

“Dari Murai Batu Borneo yang saya suka ya karakter gaya bertempurnya, lebih atraktif namun lagu pendek-pendek tapi nyeri sesuai dengan gaya maculnya itu. Kalau posisi tidak tarung lagu Murai Batu Borneo panjang-panjang seperti aliran air yang mengalir dan lagunya tajam-tajam,” ungkap Om Yo dari Tarung Jawara SF.
Om Yo
Om Yo menjelaskan, gaya fighter Murai Batu Borneo berbeda dari Murai Batu Sumatera dikarena di Kalimantan lebih banyak perkebunan. Jadi kemungkinan pertempuran fisik  sangat dimungkinkan, karena itu proteksinya dengan cara mengebungkan badan untuk menakuti musuh.

“Bandingkan dengan Murai Batu Sumatra yang kebanyakan di hutan lebat, murai di hutan tarung suara mengeluarkan suara panjang-panjang untuk menakuti musuh. Gaya bertarung Murai Batu Borneo atraktif dengan gaya macul-maculnya dan mengembungkan dada dengan karakter tembakan pendek-pendek tapi nyeri, ada juga yang panjang tapi saya jarang temuin,” ujarnya.

Om Yo memiliki Murai Batu Borneo “Panglima Burung” yang sebelumnya bernama “Bornad” yang menjadi kesayangannya dari hasil tangkaran SWD, Klaten mengenakan ring Waris Jati. Meski Panglima burung bukan merupakan Murai Batu Borneo galur murni, namun karena memiliki karakter yang menjadi ciri khas Murai Batu Borneo, maka Panglima Burung masuk dalam kategori kelas Murai Batu Borneo.

“Panglima Burung merupakan silangan jantan Murai Batu Palangka dan betinanya murni Murai Batu Borneo,” jelasnya.

Meski kelas Murai Batu Borneo terbilang jarang ada di lomba-lomba di wilayah Jabodetabek, namun prestasi Panglima Burung cukup membanggakan. Panglima Burung pernah mencatatkan namanya juara 1 Bupati Indramayu Cup,dan juara 8 di Royal Cup. Selain itu Panglima Burung juga kerap menjuarai latber atau latpres di seputaran BSD, Tangerang.

“Saya iseng saja karena sebenarnya untuk ternakan menghasilkan trah borneo dengan gaya macul. Kalau lagi ngeloloh saya ambil dari kandang main di latber ya sering masuk,” ujarnya.

Karena kualitasnya yang bagus sebagai Murai Batu Borneo, Panglima Burung sempat mau di-buyback penangkarnya, SWD dengan harga Rp10 jutai. “Kalau di latberan sempat ditawar 7 jutaan oleh orang BSD. Dan sama pemain dari Kalimantan juga sempat berani nawar Rp15 juta,” ungkap Om Yo.

Untuk rawatan persiapan lomba Panglima Burung, Om Yo mengutamakan asupan vitamin dan extra fooding (EF). “Karena sifatnya yang fighter, tinggal ngencengin aja mendekati hari H, dipersiapkan secara fisik asupan untuk energinya baik vitamin dan EF untuk pertarungan karena gaya bertarung Murai Batu Borneo yang menguras tenaga,” jelasnya.

Saat lomba H-2 jangkrik, Panglima Burung diberikan jangkrik 7ekor pagi dan sore, kroto 1 sendok (pagi), dan ulat hongkong 10 ekor (sore). H-1 diberikan full kroto pagi sore, full kerodong, ditambah vitamin. Selain full kroto, saat H-1 Panglima Burung disajikan menu ulat hongkong sebanyak-banyaknya, dan pas hari H rawatan biasa saja setelan minimalis seperti rawatan harian.

“Kalau harian ya yang penting burungnya tidak kelaparan. Kalau jemurnya kenceng ya krotonya banyakin jangkrik secukupnya, kalau malas jemur ya takaran kroto sedikit aja, bisa seminggu dua kali. Mandi cukup seminggu dua kali, syukur-syukur sempat diumbar ya lebih bagus untuk memperkuat fisiknya,” ujar Om Yo.

Panglima Burung
OmYo berharap, peminat Murai Batu Borneo makin banyak, sehingga membuat Event Organizer (EO) lebih tertarik membuka kelas Murai Batu Borneo baik untuk latber, lomba regional maupun nasional.

“Saat ini masih jarang pemainnya karena banyak stigma pada Murai Batu Borneo sebagai burung kelas dua, kurang bergengsi, gaya mbalon, dan ngendok. Ada juga yang mengatakan bikin birahi Murai Batu Borneo Sumatera karena gayanya seperti Murai Batu betina mantuk-mantuk,” kata Om Yo. 

Bahkan, Om Yo bermimpi Murai Batu Borneo bisa satu kelas dengan Murai Batu Sumatera di lomba namun juri bisa obyektif dalam penilaian. Pasalnya, bagi Om Yo, Murai Batu Borneo dilihat dari sisi manapun tetap judulnya Murai Batu, tidak berbeda dengan Murai Batu Sumatera.

“Harusnya iya, masuk kelas umum saja. Saya kurang setuju kalau di kelas khusus malah. Karena di situ seninya yaitu menampilkan Murai Batu Borneo agar tampil maksimal dan bisa menarik perhatian juri. Murai Batu Borneo harus kerja dua kali lipat untuk mengalahkan Murai Batu lain. Sudah ngotot fisik, harus ngotok lagu pula,” paparnya.

Karenanya, Om Yo mengimbau pada seluruh penggemar Murai Batu Borneo agar lebih kompak dan bekerja sama dengan cara sering membawa momongan Murai Batu Borneo di gelaran latber maupun lomba. Dengan begitu, di harapkan EO sedikit terbuka matanya bahwa penggemar Murai Batu Borneo ternyata cukup besar.

Murai Batu Borneo Ternyata Murai Batu Juga Loh...!!!

Copsychus Malabaricus
JAKARTA (KM) - Murai Batu yang dalam literatur ilmiah dinamai copsychus malabaricus dan oleh orang Eropa biasa disebut White Rumped Shama secara global penyebarannya sangat luas. Mulai dari India, China Barat Daya, Asia Tenggara, Semenanjung Malaysia hingga Sunda Besar.

Di Indonesia, burung yang termasuk dalam rumpun Turdidae ini banyak sekali jenisnya yang di kalangan penghobi dibedakan berdasar daerah asal habitatnya. Untuk kali ini, kita akan membahas Murai batu yang habitatnya di wilayah Kalimantan yang terkenal dengan sebutan Murai Batu Borneo.

Murai Batu Borneo adalah salah satu jenis yang dikenal di Indonesia selain Murai Batu Sumatera dan Murai Batu Jawa (Larwo). Murai Batu Borneo adalah sebutan kicaumania terhadap spisies Murai Batu yang berasal dari Pulau Kalimantan.

Seperti Murai Batu Sumatera, Murai Batu Borneo juga banyak jenisnya. Walaupun banyak jenisnya, tetapi secara umum yang dikenal ada tiga jenis  yaitu Murai Batu Palangka, Murai Batu Banjar dan Murai Batu Mahkota (Kepala Putih).

Karakteristik Murai Batu Borneo yang sangat mudah dikenali adalah gayanya yang khas pada saat tarung, yaitu dada membusung dengan bulu dada yang mengembang, kepala yang menengadah ke atas lalu membungkuk ke bawah yang kadang dengan gerakan cepat tetapi juga kadang-kadang bergerak lambat.



Sebaran Murai Batu Borneo

Murai Batu Palangka, yang oleh kicaumania di Kalimantan sering juga disebut Murai Kalteng habitatnya tersebar di wilayah Kalimantan Tengah hingga Kalimantan Barat. Sementara Murai Batu Banjar dapat ditemui di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Sedangkan Murai Batu Mahkota (White Crowned Shama) tersebar dari Kalimantan Barat hingga Kalimantan bagian Utara (Malaysia).

Murai Batu Palangka secara fisik identik dengan Murai Batu Lampung. Mungkin akibat kemiripan secara fisik itulah, murai batu jenis ini pernah ditangkap secara besar-besaran untuk dikirim ke Pulau Jawa dan Lampung.

Sebenarnya Murai Batu jenis ini jika dilihat secara fisik banyak juga ragamnya, baik gradasi warna bulu, warna kaki dan panjang ekornya.

Secara garis besar dapat digambarkan tubuh sedang dengan bentuk agak memanjang, panjang ekor sekitar 15 cm sampai 18 cm, warna bulu dada coklat muda hingga coklat tua,
warna kaki hitam pekat, coklat kehitaman (warna tanduk), coklat kemerahan dan putih kekuningan.

Sementara gaya tarung seperti typical Murai Batu Borneo jenis lainnya, Murai Palangka juga akan mengembangkan bulu dadanya pada saat tarung. Tetapi tidak seperti Murai Batu Banjar, murai batu jenis ini hanya mengembangkan bulu dada bagian perut sampai batas dada (sedikit di bagian dada).

Murai Batu Banjar
Murai Batu Banjar, inilah yang biasa dicari hobbiest untuk dilombakan, karena sifat fighter-nya yang sangat tinggi. Sama halnya dengan Murai Batu Palangka, sebenarnya Murai Batu Banjar yang oleh warga setempat biasa disebut "Tinjau Karang" ini juga banyak jenisnya.

Warna bulu dada, warna kaki dan panjang ekor berbeda-beda antara satu habitat dengan habitat yang lain. Secara umum perbedaan Murai Batu Banjar dengan Murai Batu Palangka adalah warna bulu dadanya cenderung lebih cerah dan ekor yang lebih pendek dari Murai Batu Palangka. Panjang ekor murai jenis ini rata-rata antara 10 sampai 13 cm dan ada Murai Batu Banjar dari daerah tertentu yang memiliki ekor rata-rata 15 cm.

Secara garis besar typical Murai Batu Banjar dapat digambarkan body kecil, sedang sampai besar, panjang ekor 10 cm sampai 15 cm, warna bulu dada coklat hingga coklat terang, warna kaki hitam pekat, coklat kehitaman (warna tanduk), coklat kemerahan dan putih kekuningan.

Gaya Tarung Murai Batu Banjar pada saat tarung akan mengebangkan semua bulu dada warna coklatnya hingga ke batas leher, sehingga sepintas terlihat menyerupai bola tennis.

Murai Batu Mahkota
Murai Batu Mahkota, yang habitatnya mulai Kalimantan Barat hingga Kalimantan Utara (Malaysia) ini sebenarnya sangat mirip dengan Murai Batu Banjar. Kecuali celeret putih pada kepalanya secara keseluruhan Murai Batu ini identik dengan Murai Batu Banjar, baik postur tubuh, warna dada, gaya tarung hingga sifat fighter-nya yang tinggi.

Gambaran umum Murai Batu Mahkota antara lain body kecil dan sedang, panjang ekor sekitar 10 cm sampai 13 cm, warna bulu dada coklat hingga coklat terang, warna kaki hitam pekat, coklat kehitaman (warna tanduk) dan coklat kemerahan.

Gaya tarung Murai Batu Mahkota seperti Murai Batu Banjar, pada saat tarung murai ini juga mengebangkan semua bulu dada warna coklatnya hingga ke batas leher hingga membentuk bulatan.

Banyak kicaumania penggemar Murai Batu Borneo yang menyebut bahwa Murai Batu Banjar adalah Murai Batu Borneo yang sering merajai kontes-kontes kelas Murai Batu Borneo di Kalimantan.

“Untuk sementara saya tidak menolak pendapat Murai Batu Banjar merajai kontes-kontes. Sejauh lomba-lomba yang pernah saya ikuti khususnya di Kalsel, Kaltim dan Kalteng memang demikian adanya. Bukan berarti Murai Borneo jenis lain tidak prospek, tetapi sejauh ini jawara yang sering koncer pada lomba di wilayah tersebut adalah dari jenis Murai Batu Banjar,” ujar Bahrullah Abdul Aziz (Rifqie KM).

Copsychus Malabaricus
Tips Memilih Murai Batu Borneo

Pilih warna bulu dada yang coklat muda, lebih terang/muda lebih baik. Kalau ada yang supak (agak keputihan tetapi bukan blorok) lebih baik lagi. Murai Batu Borneo dengan warna-warna bulu dada seperti tersebut rata-rata memiliki sifat fighter yang tinggi dan kerjanya ngedur.

Dari variasi warna kaki Murai Batu Borneo yang pernah saya temui, skala prioritas memilih Murai Batu Borneo melihat dari warna kaki adalah coklat kehitaman (warna tanduk), hitam pekat, dan coklat kemerahan.

“Jangan pilih warna kaki yang putih kekuningan, karena selain belum pernah ada yang jenis ini koncer di kontes, saya juga pernah merawatnya dan hasilnya menurut saya sangat mengecewakan. Mental serta daya tarungnya kurang serta terlalu lambat untuk jadi,” ungkap Rifqie KM.

Panjang ekor pilih yang agak pendek, dari 13 sampai 10 cm, bentuk kepala utamakan memilih yang berbentuk papak, pilihlah yang memiliki tatapan tajam dan mata tidak terlihat sayu.

“Pada saat berkicau, perhatikan intensitas bukaan paruhnya. Pilih yang bukaannya lebar, biasanya saat tarung akan mengeluarkan tembakan dengan full power,” ujar Rifqie.

Carilah yang mempunyai leher yang agak besar, ini biasanya menunjukkan besarnya volume suara yang dapat dikeluarkan. Selain hal-hal tersebut di atas, secara umum pemilihan Murai Borneo berbakat sama dengan Murai Batu berbakat jenis lainnya.

Copsychus Malabaricus
Karakter suara Murai Batu borneo

Pendapat karakter suara Murai Batu Borneo adalah ngebass dan monoton, ini tidak benar. Dengan perawatan yang benar, pemilihan masteran tepat dan proses mastering yang intensif, Murai Borneo akan memiliki suara/lagu yang berkualitas.

Karena kebanyakan Murai Borneo bertype nembak-nembak, pilih masteran utama dengan type nembak seperti Cililin, LB, Pelatuk, Belibis, dan lainnya.

Copsychus Malabaricus
Pola Ekor Murai Batu Borneo

Pola ekor Murai Batu Borneo adalah terdiri dari enam pasang (12 helai) bulu, dengan dua pasang bulu hitam dan empat pasang bulu putih (bulu penyangga).

Bulu ekor putih Murai Batu Borneo sendiri banyak polanya, di antaranya bulu ekor putih polos semua dengan semburat hitam pada bagian ujungnya, ekor putih dengan 3 pasang polos dan sepasang (ekor putih terpanjang) berwarna separuh hitam, empat pasang bulu ekor putih berwarna hitam pada pangkal bulunya, dan ada yang ekornya berwarna hitam semua.

Namun dewasa ini, sering terjadi perdebatan mana itu Murai Batu Borneo dan mana itu Murai Batu Lampung. Banyak Murai Batu yang diklaim Lampung, pada kenyataannya nggembung juga. Yang memprihatinkan, masalah ini sering menjadi percekcokan antarkicaumania hingga muncul tuduhan penipuan.

Nasib Murai Batu Borneo di Lomba

Diakui atau tidak, Murai Batu Borneo masih dipandang sebelah mata di ajang-ajang lomba burung berkicau di Pulau Jawa dan Sumatera. Hanya di lomba-lomba yang sangat besar saja yang membuka kelas Murai Batu Borneo. Namun sebaliknya di Pulau Kalimantan yang menjadi endemiknya, lomba kelas Murai Batu Borneo lebih populer dibandingkan Murai Batu Sumatera.

Dari pengamatan di lapangan, banyak faktor yang menyebabkan kenapa Murai Batu Borneo ini kurang populer untuk dilombakan di Pulau Jawa dan Sumatera. Di antaranya karena faktor selera kicaumania, perbedaan gaya burung, bahkan hingga faktor ekonomi.

Namun sebenarnya, bagi kicaumania yang paham Murai Batu, antara Murai Batu Borneo dan Murai Batu Sumatera sama saja, judulnya tetap Murai Batu. Jadi, faktor utama yang menyebabkan Murai Batu Borneo kurang diminati di Jawa dan Sumatera lebih karena ekonomi, yang dipicu ulah spekulasi pedagang.

Mengingat populasi Murai Batu Sumatera yang semakin langka di hutan, menjadi alasan khusus bagi pedagang untuk melambungkan harganya. Sehingga, jika Murai Batu Borneo bisa populer di ajang lomba, maka dipastikan harga Murai Batu Sumatera akan turun drastis bahkan atau bersaing dengan Murai Batu Borneo.

Sejumlah kicaumania beralasan kenapa enggan merawat Murai Batu Borneo, karena saat mengikutsertakan dalam lomba-lomba, selalu tidak dianggap oleh juri. Namun ada juga yang beralasan bahwa jika Murai Batu Borneo digantangkan campur dengan Murai Batu Sumatera, bisa menyebabkan Murai Batu Sumatera rusak mengingat mental tempur Murai Batu Borneo sebenarnya lebih dahsyat.

“Tak heran jika masih jarang pemainnya, karena banyak stigma pada Murai Batu Borneo sebagai burung kelas dua, kurang bergengsi, gaya mbalon, ngendok. Ada juga yang mengatakan bikin birahi Murai Batu Sumatra karena gayanya seperti Murai Batu betina mantuk-mantuk,” ungkap Yohanes Tatit (Om Yo), penggemar Murai Batu Borneo dari Tarung Jawara SF.
Om Yo berharap, kedepannya, Murai Batu Borneo bisa disatukan dengan Murai Batu Sumatera di event-event lomba. Alasannya, selain tak kalah menarik, Murai Batu Borneo juga memiliki suara-suara yang bagus saat digantang meski lebih pendek-pendek lagunya karena gaya fighter-nya.

“Harusnya iya, masuk kelas umum saja. Saya kurang setuju kalau di kelas khusus malah. Karena di situ seninya yaitu menampilkan Murai Batu Borneo agar tampil maksimal dan bisa menarik perhatian juri. Murai Batu Borneo harus kerja dua kali lipat untuk mengalahkan Murai Batu lain. Sudah ngotot fisik, harus ngotok lagu pula,” papar Om Yo.

Di sisi lain, gengsi kicaumania yang malu mengikutsertakan Murai Batu Borneo di dalam lomba turut mempengaruhi kenapa Event Organizer (EO) di Jawa dan Sumatera enggan membuka kelas Murai Batu Borneo. Karena kalaupun dibuka kelasnya, selalu sepi pendaftar sehingga EO pun kapok untuk membuka kelasnya lagi di event-event berikutnya.

Sebenarnya, beberapa EO di wilayah Jabodetabek mulai memberikan apresiasi tinggi terhadap keberadaan Murai Batu Borneo, misalnya dalam Seri VIII Liga Ronggolawe Jabodetabek di Bintaro 9 Walk Sektor IX, Tangerang Selatan dan Seri Penutup (XII) Liga Ronggolawe Jabodetabek di Brigif 202 Tajimalela, Jalan Raya Narogong, Rawa Panjang, Bekasi beberapa waktu lalu.

Saat di Seri VIII memang sempat ada pesertanya walau tidak banyak. Di event itu Murai Batu Borneo Total Anarchy, Dimas Aryokusumo yang menjadi juaranya. Namun saat di Seri Penutup, sayang kelas ini dibatalkan karena hanya ada dua pesertanya, salah satunya Giri Prakosa (Giri KM) yang datang jauh-jauh dari Jakarta.

Padahal, penggemar Murai Batu Borneo di Jawa terbilang banyak, terutama di wilayah Jabodetabek, dan EO sebesar Ebod Jaya sudah menunjukkan kepeduliannya. Jadi, naik tidaknya kelas Murai Batu Borneo ini yang menentukan adalah kicaumania sendiri, bukan karena pedagang ataupun EO.

Sabtu, 22 November 2014

Hanya Kicaumania Sejati yang Berani Taklukkan Branjangan

Mirafra Javanica
JAKARTA (KM) - Kelas Branjangan (Mirafra Javanica) di ajang lomba burung berkicau di Indonesia, khususnya di kawasan Jabodetabek akhir-akhir ini kembali semarak,. Dampaknya, di pasar burung-pasar burung makin mudah menemui burung ini.

Kicaumania yang ingin atau sudah memelihara Branjangan, rata-rata terkesima dengan kicauan Branjangan yang sangat bervariasi, volume keras, suara kristal, dan gaya hoovering (terbang vertical sambil berkicau) yang khas.

Merawat Branjangan sangat simple alias tidak ribet dan cocok buat para kicaumania yang sibuk. Cukup kasih kenari seed dan EF secukupnya,” ujar Martinus, pemilik Branjangan Fortune.

Untuk diketahui, saat ini yang beredar di pasaran ada dua jenis Branjangan berdasarkan habitatnya, yaitu dari Jawa dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Entah karena sudah semakin jarang atau punah, Branjangan Jawa makin sulit didapatkan di pasar-pasar burung dibandingkan Branjangan NTB.

Tak heran jika harga Branjangan Jawa sangat mahal jika dibanding dengan Branjangan NTB yang relatif jauh lebih murah. Ada yang beranggapan, Branjangan Jawa lebih bagus daripada Branjangan NTB baik dari sisi fisik dan suaranya. Namun bagi sebagian Branjangan mania, apapun jenisnya, tidak perlu dipersoalkan. Karena tidak ada perbedaan signifikan antara kualitas branjangan dari Jawa dan NTB.

Harga Branjangan bakalan bervariasi mulai dari Rp50 ribu hingga di atas Rp1 juta. Secara umum, harga anakan yang jinak karena diambil sejak lolohan akan lebih mahal dibanding dengan yang ditangkap di alam yang sudah dewasa.

Sebagian besar Branjangan mania lebih senang memelihara yang jinak karena lebih cepat beradaptasi dan berkicau serta tidak takut dengan keberadaan manusia. Sebagian lagi lebih senang memelihara yang sudah dewasa di alam karena yakin sudah memiliki dasar lagu yang diperoleh dari habitatnya serta memiliki volume yang lebih keras.

Sebenarnya, untuk memelihara Branjangan dibutuhkan ekstra kesabaran yang sangat besar karena sifat-sifat liarnya yang tidak mudah ditaklukan. Untuk membuat Branjangan bakalan menjadi gacor, dibutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan tahunan.

“Kesulitan utamanya adalah bila merawat Branjangan bahan atau obyokan. Karena untuk dapat mendengar Branjangan ngeriwik saja membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun apalagi buat Branjangannya gacor, njambul dan ngeleper hingga hovering.  Jadi sangat membutuhkan kesabaran,” ungkap Martinus.

Sebab, untuk membuat Branjangan ngeplong atau gacor, diperlukan waktu yang sama dengan dua kali masa mabung atau berumur di atas 1,5 tahun tergantung kondisi mental burung. Tidak sedikit orang yang merawat Branjangan tahunan hasilnya hanya ngeriwik saja dan berjambul hanya jika dijemur, bukan jambul paten.

Tak heran, jika seseorang yang berhasil membuat Branjangan menjadi mapan layak dijuluki kicaumania sejati. Karena untuk membuat Branjangan mapan, tidak semudah dibandingkan burung-burung lainnya yang dilombakan.

Mirafra Javanica
Butuh Mental Baja untuk Menjinakan

Branjangan yang masih bakalan, biasanya masih liar atau giras. Karena karakter itu dibutuhkan Branjangan di alam bebas yang biasa di persawahan atau perkarangan. Memelihata Branjangan yang masih sangat giras di dalam sangkar, sangat rawan mati, karena sifat girasnya itu yang sering menyebabkan bulu rusak dan luka serius di bagian kepala. Branjangan dipastikan akan sangat panic dan terus berusaha kabur karena belum terbiasa berdekatan dengan manusia.

Karena itu, mau tidak mau, suka tidak suka, Branjangan bakalan harus dijinakkan terlebih dahulu sebelum kita mengharapkan mendengar kicauannya. Setidaknya, Branjangan minimal jinak lalat dan tidak takut lagi melihat manusia agar terhindar dari luka tersebut.

“Proses penjinakan branjangan bakalan yang masih muda relatif lebih mudah daripada burung branjangan bakalan yang sudah dewasa atau sudah berumur,” ujar Ardi RL, pemilik Branjangan Mio.

Merangkum dari pengalaman beberapa Branjangan mania, tips ini bisa Anda terapkan saat memutuskan inging merasakan tantangan merawat Branjangan yang masih bakalan:

Agar peluang jinak lebih besar, Branjangan sebaiknya tidak ditempatkan di dalam sangkar panjang yang biasa untuk Branjangan. Idealnya, menggunakan yang lebih pendek seperti sangkar lark atau pailing, atau apapun yang masih memungkinkan menaruh pasir di dasar sangkar.

Untuk pakan jangan disediakan (stok) terlalu banyak, karena menghambat proses keterbiasaan berinteraksi dengan manusia. Sebaiknya, pelan-pelan diajarkan makan extra fooding (EF) dari tangan manusia.

Untuk memperbesar peluang Branjangan bersedia memakan/mengambil makanan dari tangan manusia, usahakan Branjangan tidak selalu dalam keadaan kekenyangan. Karena jika Branjangan merasa lapar, dia akan dengan terpaksa mengambil makanan dari tangan manusia.

Pakan yang baik selama proses penjinakan Branjangan adalah EF seperti jangkrik dan belalang hijau, yang langsung diberikan dari tangan kita. Dengan begitu Branjangan akan makin terbiasa dengan pelayanan perawatnya.

Penempatan gantangan juga turut mempercepat proses penjinakan Branjangan. Khusus Branjangan yang masih giras, sebaiknya gantang di tempat yang ada keramaian atau yang biasa ada manusia lalu lalang.

Misalnya di dalam rumah, sangkar bisa ditaruh di tempat ramai dengan aktivitas keluarga, seperti ruang keluarga, atau dapur yang lebih banyak ada kegiatan manusia, sehingga burung terbiasa dengan aktivitas manusia di sekitarnya. Jika saat proses itu dilakukan reaksi Branjangan sangat panik dan nabrak-nabrak ruji, sebaiknya sebagian sisi sangkar ditutup, hanya bagian depan saja yang terbuka.

Proses mandi terkadang menjadi cara yang ampuh untuk menjinakan Branjangan. Beberapa Branjangan mania menerapkan mandi dengan cara dipegang sambil dimandikan. Dengan makin sering merasakan sentuhan tangan manusia, Branjangan diharapkan makin terbiasa dan menyadari bahwa sentuhan manusia tersebut tidak bertujuan untuk menyakiti.

Setelah beberapa waktu setelah menjalani proses itu, dan Branjangan sudah mulai terlihat jinak, bisa dipindahkan ke sangkar yang dikhususkan untuk branjangan.

“Usahakan Sering menempelnya dengan jenis burung lain yang berukuran kecil, namun suaranya ramai agar Branjangan cepat terpancing untuk bunyi,” ujar Ardi RL.

Mirafra Javanica
Kesabaran Tingkat Tinggi untuk Menggacorkan

Diakui atau tidak, Branjangan merupakan burung yang paling sulit bunyi jika dipelihara. Sejumlah kicaumania mengakui sering membuat sering merasa trauma dalam merawat Branjangan, dan tidak sedikit yang memutuskan tidak akan memeliharanya lagi karena alas an lama sekali berbunyi.

Padahal, sama halnya burung berkicau lainnya, banyak faktor yang menentukan apakah burung akan bersuara atau akan tetap ngeriwik atau malah diam saja. Semua tergantung kemauan si perawat mau memahami karakter Branjangan atau tidak.

Sama halnya burung-burung lainnya, Branjangan akan cepat bunyi jika kondisinya dan waktunya tepat. Branjangan mau bunyi jika lokasi penggantangan, pakan, dan faktor yang menyebabkan stres pada burung hilang.

Mantan Ketua www.kicaumania.or.id (KM) Yogi Prayogi (CJ) tidak segan-segan membeberkan rahasianya di forum KM untuk membuat burung Branjangan cepat bunyi. Menurutnya, Selama ini terdapat persepsi keliru bahwa memelihara burung Branjangan memerlukan waktu yang sangat lama agar mau berbunyi, terutama  burung-burung bahan.

“Anggapan ini tidak benar, sebab juga sangat tergantung dari jenis kelamin (jantan), perawatan, dan pemberian pakan secara tepat,” ujarnya meyakinkan.

Yogi menjelaskan, ada beberapa faktor yang menentukan Branjangan lebih cepat bunyi. Di antaranya pemberian pakan utama sehari-hari, pemberian EF, aktivitas mandi secara  teratur, dan pola penjemuran yang teratur.

Pakan utama untuk Branjangan adalah biji-bijian seperti canary seed, millet, dan gabah-gabahan. Adapun komposisi yang tepat, menurut Yogi yakni canary seed 60%, millet 30%, gabah merah 10%. Sementara untuk EF bisa diberikan jangkrik, kroto dan sebagainya.

Yogi mengatakan, salah satu faktor penentu agar Branjangan mau berbunyi adalah rutin memberikan EF. “Pemberian EF inilah yang sangat menentukan apakah Branjangan akan menjadi gacor atau malah makin liar,” ujarnya.

Yogi menyarankan agar diperhatikan pola makannya, atau urutan pakan yang diberikan kepada Branjangan. Misalnya, dimulai dari jangkrik, kroto, lalu ulat hongkong atau sebaliknya, dimulai dari kroto, jangkrik, kemudian ulat hongkong,

“Silakan Anda berkreasi dan lihat hasilnya. Jika terjadi perubahan, misalnya burung makin gacor dan rajin berbunyi, maka itulah yang harus diterapkan setiap hari dalam rawatan hariannya,” tambahnya.

Bagi burung, mandi menjadi salah satu kebutuhan utama saat di alam bebas. Terbukti burung selalu mencari sumber air untuk membasahi tubuhnya. Mandi merupakan salah satu bagian dari preening, aktivitas yang selalu dilakukan burung.

Preening dapat  diartikan sebagai aktivitas bersolek bagi burung yaitu membersihkan bulu, merapikan bulu, meminyaki bulu-bulunya. Hanya dengan bulu yang bersih dan rapi, burung merasa percaya diri, terutama di depan burung betina.

“Dengan bulu yang bersih dan rapi pula, burung akan rajin berkicau. Ini adalah naluri atau insting, sebagai pegangan bagi para pemelihara burung di mana pun, dan berlaku untuk sebagian besar burung kicauan maupun non-kicauan. Bahkan, perilaku preening pun bisa Anda lihat pada ayam dan itik,” jelasnya.

Yogi menambahkan, Branjangan biasanya tidak mau mandi di tempat yang disediakan khusus. Sehingga, aktivitas mandi bisa dilakukan dengan cara disemprot menggunakan sprayer dan dilakukan minimal 2-3 kali dalam seminggu.

Proses penjemuran juga penting untuk memicu Branjangan cepat berbunyi. Di habitatnya, Branjangan hidup di tempat terbuka, yang setiap hari selalu terkena panas dan terik matahari.

“Meski demikian, tidak berarti burung harus terus-menerus dijemur di tempat panas, terutama jika sinar matahari sedang terik-teriknya. Untuk itu, kita perlu mengamati waktu penjemuran,” ujarnya.

Yogi memaparkan, jika Branjangan terlihat membuka mulut, berarti burung sedang menetralisasi hawa panas di dalam tubuhnya. Ini harus segera diakhiri, dengan cara memindah burung ke lokasi teduh.

“Jangan sampai menunggu burung terkena heat stress atau heat stroke yang bisa memicu kematian pada burung,” paparnya.

 
Mirafra Javanica
Mengenali Branjangan dari Habitatnya

Branjangan adalah burung petengger (passerin) di atas batu yang berasal dari benua Asia dan Afrika. Di Indonesia Branjangan mudah berkembang di daerah Jawa, Irian Jaya, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara dan Bali.

Ciri-ciri Branjangan berdasar daerah asal bisa diketahui dari berbagai aspek. Karena Branjangan baik yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB, dan Sumbawa memiliki cirri-ciri tersendiri.

Branjangan asal Jawa Tengah (Petanahan dan Kali Ori) dan Jogja (Wates) memiliki ciri-ciri yang disukai penggemar Branjangan. Antara lain adalah mental yang baik, body yang besar dan volume suara yang keras dan variasi suara yang beragam, serta corak batik atau warna yang menarik, kemerahan atau kekuningan dengan ukuran tubuh mencapai 12-14 cm.

Sementara Branjangan asal Jawa Barat (Sapan) terkenal dengan suaranya yang nyaring melengking dan kristal, serta jambulnya juga menjadi ciri khas. Branjangan dari daerah Sapan jika dilihat dari fisiknya tidak terlalu besar hanya seukuran 12-13 cm.

Pola batik burung dari daerah Sapan cenderung berpola lebih gelap dengan corak batik yang berwarna hitam hampir serupa dengan branjangan yang berasal dari daerah NTB dan Sumbawa.

Branjangan dari Sri Kayangan, Kulonprogo (Wates) berdaya tarik tinggi karena ciri fisik yang lebih besar dan memiliki warna dan pola batik yang lebih menarik. Sedangkan branjangan dari Nusa Tenggara mempunyai corak warna bulu yang lebih pekat. Ukuran tubuhnya juga tidak sebesar jenis branjangan dari daerah lain, seukuran 10-12 cm.

Namun jika mendapat branjangan habitat tertentu sulit didapatkan, Branjangan mania bisa cukup memakai patokan khusus dalam memilih Branjangan. Yaitu bentuk fisiknya atletis, ekor dan badan panjang, mata tajam menunjukkan petarung, bulu lembut seperti sutra sedangkan paruhnya bagai burung gelatik tapi agak bengkok sedikit ke bawah.