 |
Mirafra Javanica |
JAKARTA (KM) - Kelas Branjangan (Mirafra Javanica) di ajang lomba burung berkicau di Indonesia,
khususnya di kawasan Jabodetabek akhir-akhir ini kembali semarak,. Dampaknya,
di pasar burung-pasar burung makin mudah menemui burung ini.
Kicaumania
yang ingin atau sudah memelihara Branjangan, rata-rata terkesima dengan kicauan
Branjangan yang sangat bervariasi, volume keras, suara kristal, dan gaya hoovering (terbang vertical sambil
berkicau) yang khas.
Merawat
Branjangan sangat simple alias tidak ribet dan cocok buat para kicaumania yang
sibuk. Cukup kasih kenari seed dan EF secukupnya,” ujar Martinus, pemilik
Branjangan Fortune.
Untuk
diketahui, saat ini yang beredar di pasaran ada dua jenis Branjangan
berdasarkan habitatnya, yaitu dari Jawa dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Entah
karena sudah semakin jarang atau punah, Branjangan Jawa makin sulit didapatkan
di pasar-pasar burung dibandingkan Branjangan NTB.
Tak
heran jika harga Branjangan Jawa sangat mahal jika dibanding dengan Branjangan
NTB yang relatif jauh lebih murah. Ada yang beranggapan, Branjangan Jawa lebih
bagus daripada Branjangan NTB baik dari sisi fisik dan suaranya. Namun bagi
sebagian Branjangan mania, apapun jenisnya, tidak perlu dipersoalkan. Karena
tidak ada perbedaan signifikan antara kualitas branjangan dari Jawa dan NTB.
Harga
Branjangan bakalan bervariasi mulai dari Rp50 ribu hingga di atas Rp1 juta.
Secara umum, harga anakan yang jinak karena diambil sejak lolohan akan lebih mahal
dibanding dengan yang ditangkap di alam yang sudah dewasa.
Sebagian
besar Branjangan mania lebih senang memelihara yang jinak karena lebih cepat
beradaptasi dan berkicau serta tidak takut dengan keberadaan manusia. Sebagian
lagi lebih senang memelihara yang sudah dewasa di alam karena yakin sudah
memiliki dasar lagu yang diperoleh dari habitatnya serta memiliki volume yang
lebih keras.
Sebenarnya,
untuk memelihara Branjangan dibutuhkan ekstra kesabaran yang sangat besar
karena sifat-sifat liarnya yang tidak mudah ditaklukan. Untuk membuat
Branjangan bakalan menjadi gacor, dibutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan
tahunan.
“Kesulitan
utamanya adalah bila merawat Branjangan bahan atau obyokan. Karena untuk dapat
mendengar Branjangan ngeriwik saja membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun apalagi buat Branjangannya gacor, njambul dan ngeleper hingga
hovering. Jadi sangat membutuhkan
kesabaran,” ungkap Martinus.
Sebab,
untuk membuat Branjangan ngeplong atau gacor, diperlukan waktu yang sama dengan
dua kali masa mabung atau berumur di atas 1,5 tahun tergantung kondisi mental
burung. Tidak sedikit orang yang merawat Branjangan tahunan hasilnya hanya
ngeriwik saja dan berjambul hanya jika dijemur, bukan jambul paten.
Tak
heran, jika seseorang yang berhasil membuat Branjangan menjadi mapan layak
dijuluki kicaumania sejati. Karena untuk membuat Branjangan mapan, tidak
semudah dibandingkan burung-burung lainnya yang dilombakan.
 |
Mirafra Javanica |
Butuh Mental Baja untuk Menjinakan
Branjangan
yang masih bakalan, biasanya masih liar atau giras. Karena karakter itu
dibutuhkan Branjangan di alam bebas yang biasa di persawahan atau perkarangan.
Memelihata Branjangan yang masih sangat giras di dalam sangkar, sangat rawan
mati, karena sifat girasnya itu yang sering menyebabkan bulu rusak dan luka
serius di bagian kepala. Branjangan dipastikan akan sangat panic dan terus
berusaha kabur karena belum terbiasa berdekatan dengan manusia.
Karena
itu, mau tidak mau, suka tidak suka, Branjangan bakalan harus dijinakkan
terlebih dahulu sebelum kita mengharapkan mendengar kicauannya. Setidaknya,
Branjangan minimal jinak lalat dan tidak takut lagi melihat manusia agar
terhindar dari luka tersebut.
“Proses
penjinakan branjangan bakalan yang masih muda relatif lebih mudah daripada burung
branjangan bakalan yang sudah dewasa atau sudah berumur,” ujar Ardi RL, pemilik
Branjangan Mio.
Merangkum
dari pengalaman beberapa Branjangan mania, tips ini bisa Anda terapkan saat
memutuskan inging merasakan tantangan merawat Branjangan yang masih bakalan:
Agar
peluang jinak lebih besar, Branjangan sebaiknya tidak ditempatkan di dalam
sangkar panjang yang biasa untuk Branjangan. Idealnya, menggunakan yang lebih
pendek seperti sangkar lark atau pailing, atau apapun yang masih memungkinkan
menaruh pasir di dasar sangkar.
Untuk
pakan jangan disediakan (stok) terlalu banyak, karena menghambat proses
keterbiasaan berinteraksi dengan manusia. Sebaiknya, pelan-pelan diajarkan
makan extra fooding (EF) dari tangan
manusia.
Untuk
memperbesar peluang Branjangan bersedia memakan/mengambil makanan dari tangan
manusia, usahakan Branjangan tidak selalu dalam keadaan kekenyangan. Karena
jika Branjangan merasa lapar, dia akan dengan terpaksa mengambil makanan dari
tangan manusia.
Pakan
yang baik selama proses penjinakan Branjangan adalah EF seperti jangkrik dan
belalang hijau, yang langsung diberikan dari tangan kita. Dengan begitu
Branjangan akan makin terbiasa dengan pelayanan perawatnya.
Penempatan
gantangan juga turut mempercepat proses penjinakan Branjangan. Khusus
Branjangan yang masih giras, sebaiknya gantang di tempat yang ada keramaian
atau yang biasa ada manusia lalu lalang.
Misalnya
di dalam rumah, sangkar bisa ditaruh di tempat ramai dengan aktivitas keluarga,
seperti ruang keluarga, atau dapur yang lebih banyak ada kegiatan manusia,
sehingga burung terbiasa dengan aktivitas manusia di sekitarnya. Jika saat
proses itu dilakukan reaksi Branjangan sangat panik dan nabrak-nabrak ruji,
sebaiknya sebagian sisi sangkar ditutup, hanya bagian depan saja yang terbuka.
Proses
mandi terkadang menjadi cara yang ampuh untuk menjinakan Branjangan. Beberapa Branjangan
mania menerapkan mandi dengan cara dipegang sambil dimandikan. Dengan makin
sering merasakan sentuhan tangan manusia, Branjangan diharapkan makin terbiasa
dan menyadari bahwa sentuhan manusia tersebut tidak bertujuan untuk menyakiti.
Setelah
beberapa waktu setelah menjalani proses itu, dan Branjangan sudah mulai terlihat
jinak, bisa dipindahkan ke sangkar yang dikhususkan untuk branjangan.
“Usahakan
Sering menempelnya dengan jenis burung lain yang berukuran kecil, namun
suaranya ramai agar Branjangan cepat terpancing untuk bunyi,” ujar Ardi RL.
 |
Mirafra Javanica |
Kesabaran Tingkat Tinggi untuk
Menggacorkan
Diakui
atau tidak, Branjangan merupakan burung yang paling sulit bunyi jika
dipelihara. Sejumlah kicaumania mengakui sering membuat sering merasa trauma
dalam merawat Branjangan, dan tidak sedikit yang memutuskan tidak akan
memeliharanya lagi karena alas an lama sekali berbunyi.
Padahal,
sama halnya burung berkicau lainnya, banyak faktor yang menentukan apakah
burung akan bersuara atau akan tetap ngeriwik atau malah diam saja. Semua
tergantung kemauan si perawat mau memahami karakter Branjangan atau tidak.
Sama
halnya burung-burung lainnya, Branjangan akan cepat bunyi jika kondisinya dan
waktunya tepat. Branjangan mau bunyi jika lokasi penggantangan, pakan, dan faktor
yang menyebabkan stres pada burung hilang.
Mantan
Ketua www.kicaumania.or.id (KM) Yogi Prayogi (CJ) tidak segan-segan membeberkan
rahasianya di forum KM untuk membuat burung Branjangan cepat bunyi. Menurutnya,
Selama ini terdapat persepsi keliru bahwa memelihara burung Branjangan
memerlukan waktu yang sangat lama agar mau berbunyi, terutama burung-burung bahan.
“Anggapan
ini tidak benar, sebab juga sangat tergantung dari jenis kelamin (jantan),
perawatan, dan pemberian pakan secara tepat,” ujarnya meyakinkan.
Yogi
menjelaskan, ada beberapa faktor yang menentukan Branjangan lebih cepat bunyi.
Di antaranya pemberian pakan utama sehari-hari, pemberian EF, aktivitas mandi
secara teratur, dan pola penjemuran yang
teratur.
Pakan
utama untuk Branjangan adalah biji-bijian seperti canary seed, millet, dan
gabah-gabahan. Adapun komposisi yang tepat, menurut Yogi yakni canary seed 60%,
millet 30%, gabah merah 10%. Sementara untuk EF bisa diberikan jangkrik, kroto
dan sebagainya.
Yogi
mengatakan, salah satu faktor penentu agar Branjangan mau berbunyi adalah rutin
memberikan EF. “Pemberian EF inilah yang sangat menentukan apakah Branjangan
akan menjadi gacor atau malah makin liar,” ujarnya.
Yogi
menyarankan agar diperhatikan pola makannya, atau urutan pakan yang diberikan
kepada Branjangan. Misalnya, dimulai dari jangkrik, kroto, lalu ulat hongkong
atau sebaliknya, dimulai dari kroto, jangkrik, kemudian ulat hongkong,
“Silakan
Anda berkreasi dan lihat hasilnya. Jika terjadi perubahan, misalnya burung
makin gacor dan rajin berbunyi, maka itulah yang harus diterapkan setiap hari
dalam rawatan hariannya,” tambahnya.
Bagi
burung, mandi menjadi salah satu kebutuhan utama saat di alam bebas. Terbukti
burung selalu mencari sumber air untuk membasahi tubuhnya. Mandi merupakan
salah satu bagian dari preening,
aktivitas yang selalu dilakukan burung.
Preening dapat
diartikan sebagai aktivitas bersolek bagi burung yaitu membersihkan
bulu, merapikan bulu, meminyaki bulu-bulunya. Hanya dengan bulu yang bersih dan
rapi, burung merasa percaya diri, terutama di depan burung betina.
“Dengan
bulu yang bersih dan rapi pula, burung akan rajin berkicau. Ini adalah naluri
atau insting, sebagai pegangan bagi para pemelihara burung di mana pun, dan
berlaku untuk sebagian besar burung kicauan maupun non-kicauan. Bahkan,
perilaku preening pun bisa Anda lihat
pada ayam dan itik,” jelasnya.
Yogi
menambahkan, Branjangan biasanya tidak mau mandi di tempat yang disediakan
khusus. Sehingga, aktivitas mandi bisa dilakukan dengan cara disemprot
menggunakan sprayer dan dilakukan minimal 2-3 kali dalam seminggu.
Proses
penjemuran juga penting untuk memicu Branjangan cepat berbunyi. Di habitatnya, Branjangan
hidup di tempat terbuka, yang setiap hari selalu terkena panas dan terik
matahari.
“Meski
demikian, tidak berarti burung harus terus-menerus dijemur di tempat panas, terutama
jika sinar matahari sedang terik-teriknya. Untuk itu, kita perlu mengamati
waktu penjemuran,” ujarnya.
Yogi
memaparkan, jika Branjangan terlihat membuka mulut, berarti burung sedang
menetralisasi hawa panas di dalam tubuhnya. Ini harus segera diakhiri, dengan
cara memindah burung ke lokasi teduh.
“Jangan
sampai menunggu burung terkena heat
stress atau heat stroke yang bisa
memicu kematian pada burung,” paparnya.
 |
Mirafra Javanica |
Mengenali Branjangan dari Habitatnya
Branjangan
adalah burung petengger (passerin) di atas batu yang berasal dari benua Asia
dan Afrika. Di Indonesia Branjangan mudah berkembang di daerah Jawa, Irian
Jaya, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara dan Bali.
Ciri-ciri
Branjangan berdasar daerah asal bisa diketahui dari berbagai aspek. Karena Branjangan
baik yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB, dan Sumbawa memiliki
cirri-ciri tersendiri.
Branjangan
asal Jawa Tengah (Petanahan dan Kali Ori) dan Jogja (Wates) memiliki ciri-ciri
yang disukai penggemar Branjangan. Antara lain adalah mental yang baik, body
yang besar dan volume suara yang keras dan variasi suara yang beragam, serta
corak batik atau warna yang menarik, kemerahan atau kekuningan dengan ukuran
tubuh mencapai 12-14 cm.
Sementara
Branjangan asal Jawa Barat (Sapan) terkenal dengan suaranya yang nyaring
melengking dan kristal, serta jambulnya juga menjadi ciri khas. Branjangan dari
daerah Sapan jika dilihat dari fisiknya tidak terlalu besar hanya seukuran
12-13 cm.
Pola
batik burung dari daerah Sapan cenderung berpola lebih gelap dengan corak batik
yang berwarna hitam hampir serupa dengan branjangan yang berasal dari daerah
NTB dan Sumbawa.
Branjangan
dari Sri Kayangan, Kulonprogo (Wates) berdaya tarik tinggi karena ciri fisik
yang lebih besar dan memiliki warna dan pola batik yang lebih menarik.
Sedangkan branjangan dari Nusa Tenggara mempunyai corak warna bulu yang lebih
pekat. Ukuran tubuhnya juga tidak sebesar jenis branjangan dari daerah lain,
seukuran 10-12 cm.
Namun
jika mendapat branjangan habitat tertentu sulit didapatkan, Branjangan mania
bisa cukup memakai patokan khusus dalam memilih Branjangan. Yaitu bentuk
fisiknya atletis, ekor dan badan panjang, mata tajam menunjukkan petarung, bulu
lembut seperti sutra sedangkan paruhnya bagai burung gelatik tapi agak bengkok
sedikit ke bawah.