KICAUMANIA
Bersama-sama Melestarikan Burung Endemik Indonesia
Selasa, 26 Juli 2016
Saat Kicaumania Akar Rumput Makin Tertindas
JAKARTA - Lomba burung berkicau saat ini makin marak, hadiah yang ditawarkan juga makin memukau, mulai dari puluhan juta hingga sebuah mobil. Bahkan, bagi sebagian penghobi, lomba burung berkicau menjadi ajang persaingan meraih gengsi.
Walau entah dari sisi mana yang dianggap membanggakan dengan membeli burung hingga menghabiskan miliaran rupiah, saling sikut untuk mendominasi sebuah perlombaan tingkat nasional, atau lomba burung berkicau adalah lomba yang cocok untuk sekedar memamerkan kekayaan? Entahlah. Tak heran bila hasil survey yang dilakukan WWF bahwa peredaran uang di dunia hobi burung berkicau ini mencapai Rp 7 triliun per tahun, nilai yang sangat fantastis.
Bila dilihat dengan logika, orang-orang ambisius ini masih pro dan kontra bila dianggap seorang penghobi burung berkicau. Pasalnya, mereka rela merogoh kocek sangat dalam untuk sebuah burung, namun sebagian besar bukan dirinya sendiri yang merawat burung tersebut. Kebanyakan orang-orang ini hanya membeli tiket, datang ke lomba burung dengan gaya perlentenya, sementara burungnya ditangani oleh seorang perawat khusus atau biasa disebut joki bila di arena lomba.
Dengan keberadaan orang-orang ambisius ini, sudah tentu menyenangkan bagi EO penyelenggara lomba. Selain tiket lombanya akan diborong meski harganya mahal, di event-nya akan tampil burung-burung mewah dengan harga selangit. Hal ini tentu saja menjadi hiburan tersendiri bagi penggemar burung berkicau yang menyaksikan.
Hal ini berbanding terbalik dengan keadaan kicaumania sejati atau yang biasa dijuluki kicaumania akar rumput. Mereka rata-rata berasal dari kalangan ekonomi menengah bawah, mereka merawat burungnya sendiri dengan telaten mulai dari bahan hingga burung jadi. Untuk membeli tiket lomba yang makin mahal, tak jarang mereka harus berpikir panjang. Namun demi mengetahui hasil rawatannya, mereka akhirnya merelakan uangnya agar burungnya bisa bersaing dengan burung-burung milik orang-orang ambisius tersebut.
Terjadilah persaingan sengit burung-burung istimewah antara burung rawatan dengan hati melawan burung rawatan dengan uang, burung pinggiran melawan burung ningrat. Apakah burung-burung yang dijuluki pinggiran ini punya peluang menang melawan burung puluhan hingga ratusan juta? Sudah tentu ada peluang. Tapi seberapa besar peluang itu, ini yang membuat banyak orang tertawa geli, atau banyak yang menganggap mimpi.
Sebenarnya bila kita runut asal-usul burung ningrat tersebut, tidak sedikit yang berasal dari rawatan para kicaumania akar rumput. Lalu kenapa kemudian burung-burung milik akar rumput sulit bersaing dengan burung bos-bos besar bila sama-sama berasal dari bawah sebelumnya? Ini yang menjadi tanda tanya.
Ujungnya, jangan heran bila kita melihat kicaumania akar rumput yang paling sering teriak-teriak protes ke juri mempertanyakan kinerja penilaiannya. Akan menjadi lucu bila ada seorang bos teriak-teriak protes karena burungnya kalah. Kalaupun burung bos kalah, pasti hanya tersenyum kecut karena yang mengalahkan adalah burung bos besar lainnya. Namun bila burung bos kalah dengan burung akar rumput, maka pasukan lobinya akan dikerahkan untuk mendapatkan burung akar rumput tersebut.
Protes yang dilakukan kicaumania akar rumput makin lama makin lantang. Bila protes di lapangan tidak dihiraukan juri atau panitia, mereka pasti melanjutkannya di media sosial. Mungkin hanya sebatas itu yang bisa mereka lakukan, karena sampai detik ini, tidak satupun EO lomba burung berkicaua memberikan mekanisme yang tepat dalam menyampaikan protes dengan berlindung pada peraturan "Keputusan Juri Mutlak Tidak Bisa Diganggu Gugat".
"Keputusan Juri Mutlak Tidak Bisa Diganggu Gugat" ini sudah tentu merupakan sistem yang dibuat untuk mengambil langkah aman agar jalannya lomba terus berjalan dengan kondusif terlepas benar atau tidaknya adanya kecurangan dalam penilaian. Atau dengan kata lain, peserta dipaksa pasrah tidak boleh melakukan protes apapun yang terjadi.
Baru-baru ini, muncul kontroversial terkait kecurigaan adanya kecurangan dalam lomba burung berkicau skala nasinoal di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat yang menggunakan jasa juri BnR. Tidak hanya kicaumania akar rumput yang menyuarakan, bahkan seorang ketua organisasi burung berkicau terbesar (www.kicaumania.or.id) Ridho Pulungan juga melakukan hal yang sama. Bahkan dirinya dengan tekad yang bulat menyuarakan kampanye "Lawan Kecurangan dalam Lomba Burung Berkicau".
Apa yang disuarakan dengan lantang ketua organisasi ini bukan tanpa sebab. Di salah satu kelas yang dilombakan (Pleci) dirinya menyaksikan ada indikasi kecurangan yaitu sebuah stiker penanda khusus di salah satu sangkar peserta. Dan secara kebetulan atau tidak, burung dengan sangkar bertanda stiker tersebut menjadi pemenangnya.
Apakah stiker tersebut bisa dijadikan bukti ada kecurangan? Belum tentu. Karena dari pihak juri akhirnya meminta bukti otentik kalau benar ada juri yang telah menerima suap. Dengan pembelaan seperti itu, sudah tentu protes akan menjadi sia-sia karena untuk mendapatkan bukti selevel itu, dibutuhkan keahlian khusus seperti yang dimiliki kepolisian atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dengan aset dan fasilitas khusus mampu melakukan operasi tangkap tangan. Bila dirunut, protes ini bukan tanpa sebab, karena sesuai peraturan yang dimiliki organisasi tersebut, tidak boleh ada stiker penanda khusus. Bila ada, tidak akan dinilai. Namun kenyataannya sangkar berstiker tanda tersebut menang juga.
Tidak hanya kelas Pleci, protes juga terjadi di kelas Murai Batu yang dilakukan salah satu anggota Rumah Murai Cirebo (RMC) yang di bawah naungan Rumah Murai Batu Indonesia (RMI). Dimana dirinya yakin burung gaconya telah dicurangi karena dengan kinerja yang bagus menurutnya, namun dibuang menjadi Juara 10. Sang pemilik mengaku sempat melakukan protes di lapangan, namun dirinya juga mengaku tanggapan dari pihak juri sangat mengecewakan.
Mungkin sama putus asanya protes di lapangan tidak didengarkan, anggota RMI ini mengklaim burungnya layak juara lebih baik lagi karena kinerjanya sempat menyodorkan bukti otentik berupa video yang diupload di media sosial Facebook. Dalam postingannya, dirinya mengungkapkan kekecewaannya kepada kinerja juri yang dianggapnya tidak fair.
Ironisnya, protes yang dilakukan kicaumania ini berujung pada sebuah ancaman tuntutan hukum dari pihak pendiri organisasi juri yang diprotes. Apabila dalam waktu 2x24 jam tidak dapat memberikan bukti otentik, maka pihaknya akan menuntut secara hukum individu kicaumania ini atau komunitas yang menaunginya.
Buntut ancaman tuntutan hukum tidak hanya terjadi di event ini saja. Kabarnya di daerah Yogyakarta beberapa kicaumania akar rumput sudah dituntut secara hukum oleh sesama peserta lomba yang terindikasi salah satu bos besar dalam "Kontroversi Pakem Kenari" karena dianggap melakukan pencemaran nama baik dengan tuduhan melakukan kecurangan.
Pertanyaannya, lalu bagaimana kicaumania akar rumput ini menyampaikan protes adanya kecurangan dalam penilaian? Karena selama ini belum ada mekanismenya yang tepat, apalagi juri-juri ini tidak memiliki semacam Dewan Kehormatan semacam lembaga-lembaga resmi lainnya. Lalu apakah ada jaminan bahwa semua lomba burung berkicau penilaiannya adil? Tentu tidak ada jaminan. Bila ada jaminan fairplay, lalu apa kira-kira penyebab adanya istilah "bersih-bersih" di dalam sebuah organisasi yang menaungi juri yang pernah terjadi? Sudah tentu karena adanya oknum-oknum nakalnya sehingga harus ada "bersih-bersih". Lalu apakah ada jaminannya tidak ada oknum-oknum nakal setelah "bersih-bersih"? Hmmm...
Saat ini, kicaumania akar rumput sudah di dalam kondisi yang hopeless atau putus asa dengan keadaan seperti ini. Mereka tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengubah keadaan yang dinilainya sudah bobrok. Bahkan untuk melakukan boikot, kicaumania akar rumput pasti akan bimbang, karena ini adalah dunia hobi yang mereka cintai. Dan lucunya, kicaumania akar rumput ini kembali mengikuti lomba berikutnya, walau dengan juri yang sama meski sudah dikecewakan sedemikian rupa. Kenapa? Karena kicaumania akar rumput ini adalah kicaumania sejati.
Kamis, 21 Juli 2016
Politik Ekonomi Pasar Burung Berkicau
JAKARTA, KM - Bagi penangkar burung kenari, pasti pernah mengeluhkan harga kenari yang terjun bebas. Tapi mari kita coba tanyakan ke para penangkar kenari apa penyebab harga anjlok? Apakah karena kualitas kenari yang dihasilkan makin menurun? Apakah peminat burung kenari makin berkurang? Atau karena produksi yang dihasilkan para penangkar terlalu besar membanjiri pasar sehingga hukum ekonomi berlaku?
Tetapi yang paling tidak masuk logika adalah anjloknya harga kenari karena warna burung yang dihasilkan penangkar. Karena setahu saya (mohon dikoreksi bila salah) saat ini kontes kenari warna di Indonesia tidak ada.
![]() |
Foto: royalcanary.blogspot.com |
Lalu bagaimana dengan fenomena dibukanya kelas khusus kenari warna hijau karena disinyalir ada diskriminasi? Sudah tentu pasti ada pro dan kontra atau beda pendapat. Ini bukan hal baru atau sesuatu yang WOW, karena ini sama sekali tidak berbeda dengan polemik Murai Batu ekor putih/hitam, Kacer dada putih/hitam atau Ciblek gunung/non gunung.
Bila kita tanyakan kepada setiap EO atau juri apakah mereka benar membeda-bedakan burung yang notabene satu jenis saat berada di gantangan? Saya yakin 100% semua akan membantahnya.
Dan coba anda tanyakan kepada setiap juri apakah mereka tidak memantau burung karena warnanya karena tidak begitu terlihat? Saya juga yakin juri-juri itu akan menertawakan pertanyaan kita. Karena ini kontes basic on audio bukan basic on visual.
Tapi apabila benar juri kesulitan menilai burung kenari karena faktor warna, yang perlu dievaluasi kelayakan burung itu mengikuti kontes atau kelayakan juri tersebut untuk menjadi pengadil lomba burung?
Mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa munculnya kelas-kelas khusus seperti MB ekor hitam, MB Borneo, Campuran Import, LB kelas baby, kenari besar dan kecil, bahkan kenari warna khusus dikarenakan politik ekonomi pasar perburungan.
Kenapa disebabkan politik ekonomi pasar perburungan? Dalam komoditas apapun hukum ekonomi pasar pasti berlaku. Komoditas yang makin sulit didapatkan harganya pasti melambung sedangkan komoditas yang mudah didapat dan jumlahnya besar harganya cenderung murah.
Contohnya MB, semua tahu harga MB ekor putih asli Sumatera harganya tinggi karena makin sulit didapat walau dihantui maraknya MB import, sedangkan MB ekor hitam atau MB Borneo cenderung lebih murah karena ketersediaan di pasar masih banyak.
Karena ketersediaan banyak dan harga cenderung murah, maka pedagang atau komunitasnya tentu tidak tinggal diam. Untuk menggenjot harga, mereka biasanya menjalin kerjasama dengan EO untuk mulai menerima keberdaan burung tertentu, entah itu dengan cara membuka kelas khusus atau dengan cara lainnya. Semua semata-mata agar burung tersebut makin digemari dan harga perlahan-lahan namun pasti akan beranjak naik. Dan tentu saja ini juga memicu orang lebih giat menangkarnya atau merambahnya dari hutan demi memenuhi kebutuhan pasar.
Politik ekonomi ini juga berlaku untuk dibukanya kelas LB baby atau kenari warna khusus atau kenari besar dan kecil. Khusus LB, semua penangkar LB akan mengakui harga produknya makin anjlok dewasa ini. Hal ini bisa jadi disebabkan gempuran import yang gila-gilaan atau karena semakin banyaknya penangkar sehingga supply jauh lebih besar dari demand.
Perlu diakui, strategi dibukanya kelas baby merupakan langkah strategis dalam menggenjot harga hasil tangkaran. Karena penangkar bisa menjual sedini mungkin produknya dengan harga standar lomba walaupun belum tentu LB baby tersebut bisa berprestasi saat dewasa.
Begitu juga dengan kenari, dimana penangkar yang tidak mengedepankan kualitas semakin membludak, ditambah banjirnya import yang makin memperparah keadaan harga. Tentu dengan dibukanya kelas-kelas khusus agar penangkar lebih memperhatikan kualitasnya demi memenuhi persaingan di lomba-lomba baik kelas kenari besar atau kecil.
Namun untuk kelas kenari warna khusus, ini yang masih menjadi tanda tanya. Apakah benar karena juri mengalami kesulitan memantau kenari warna tertentu saat bersandingan dengan kenari warna lain? Bila itu benar adanya, tidak bisa dibayangkan bagaimana stresnya para juri saat kenari warna khusus tersebut digantang bersama. Menilai satu, dua atau tiga burung saja kesulitan, apalagi menilai puluhan saat digantang bareng.
Bisa jadi benar adanya banyak penangkar kenari yang banyak menghasilkan warna khusus ini mengeluh karena harga memprihatinkan. Tapi bisa jadi pula dengan dibukanya kelas kenari khusus ini akan disusul import besar-besaran juga dengan warna yang diinginkan.
Namun bila dibukanya kelas kenari warna khusus ini disebabkan politik ekonomi pasar perburungan, semua menjadi masuk akal karena alasan yang sama seperti burung yang lain.
Tapi terlepas dari apapun alasannya, semua adalah sah-sah saja. Karena dunia hobi burung berkicau sudah semakin jelas mengarah ke industrialisasi dan kapitalisme. Dan bagi penghobi juga sah-sah saja mengikuti arus perubahan dunia hobi burung berkicau ini.
Salam KicauMania,
Giri KM
Kamis, 17 Desember 2015
Kicaumania Cup IX Momen Tepat Kaderisasi dan Reorganisasi KM
JAKARTA (KM) - Komunitas burung terbesar yang tergabung dalam
www.kicaumania.or.id (KM) akan mengadakan hajatan besar tahunannya, yakni
Kicaumania Cup IX 2015 di Taman Wiladatika, Cibubur, Jakarta, Minggu 27
Desember 2015. Event nasional penutup tahun 2015 ini mengambil tema
“Silaturahmi Akbar www.kicaumania.or.id”
dengan visi misi kaderisasi, regenerasi dan reorganisasi.
"Kali ini sengaja mengambil
tema silaturahmi akbar alasannya ingin memperkuat kembali organisasi KM dan
menyatukan kembali para senior atau banisepuh yang menjadi panutan kami
generasi baru yang sudah mulai tercerai berai. Selain itu tentu saja untuk
mendorong kicaumania khususnya member KM se-Indonesia menjadi guyup rukun,”
ujar Ketua Panitia Kicaumania Cup IX, Andy Han.
Andy Han mengatakan, di akhir
kepengurusan KM periode 2013-2015 ini merupakan momen yang tepat untuk
memperkuat organisasi dengan memberikan kaderisasi generasi baru agar tidak
terlalu terobsesi dengan acara lomba burung berkicau saja, melainkan
menggencarkan kembali program-program lainnya seperti konservasi atau program
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk kicaumania.
“Seperti yang dicita-citakan
para founder KM dulu, bahwa organisasi ini jangan dijadikan hanya soal burung
melulu. Sebisa mungkin organisasi ini turut bermanfaat bagi masyarakat umumnya
dan kicaumania khususnya. Dan tentu saja harus terus menjadi organisasi yang
mampu turut mengontrol kelestarian alam mengingat lomba burung berkicau semakin
pesat,” jelas Andy Han.
Kicaumania Cup IX sengaja
digelar di Taman Wiladatika, Cibubur karena tempat rekreasi ini sudah sangat
familiar bagi kicaumania dan sudah menjadi barometer lomba burung berkicau tingkat
nasional. Selain tempatnya strategis dan parkir luas, juga terdapat
penginapan-penginapan yang bisa digunakan peserta lomba yang datang dari luar
kota.
“Kita sudah persiapkan untuk
hal ini di seputar lokasi lomba, silakan hubungi Om Bayu Pangeran untuk urusan
hotel dan tempat penginapan dengan nomor HP 082114301570, Kalau untuk pemesanan
tiket lomba bisa SMS ke Mbak Dian Fitri di nomor 085778069290," ujar Andy
Han.
Ketua Pelaksana Kicaumania Cup
IX, Giri Prakosa menambahkan, dengan diadakan di tempat rekreasi ini,
diharapkan kicaumania tidak segan lagi untuk membawa serta keluarganya ke arena
lomba KM. Karena di saat kicaumania sibuk dengan momongannya, keluarga bisa
berjalan-jalan di area rekreasi yang terdapat fasilitas yang sangat cocok untuk
berlibur keluarga.
“Event lomba rata-rata
diadakan di hari Sabtu dan Minggu yang seharusnya menjadi momen liburan
keluarga. Akan terkesan egois bila kicaumania sibuk berlomba sehingga
mengabaikan hak keluarganya untuk bersama-sama di hari libur,” ujar Giri.
Dengan adanya Kicaumania Cup
IX yang diadakan di tempat wisata, maka diharapkan event lomba burung
benar-benar menjadi destinasi wisata hiburan bagi masyarakat luas. “Kicaumania
asik nggantang, keluarga asik rekreasi,” kelakarnya.
Giri menjelaskan, dalam Kicaumania
Cup IX ini akan dibuka 28 kelas dan 2 kelas Best of The Best. Tiket termahal
kelas Murai Batu dan Lovebird dengan harga tiket Rp 350 ribu dengan hadiah Rp
7,5 juta dengan bonus juara I Rp 1,5 juta. Sementara tiket termurah dibanderol
Rp 50 ribu dengan bonus juara I Rp 200 ribu.
Tidak muluk-muluk, panitia
hanya menargetkan acara ini diikuti 1.000 peserta saja. Namun sangat diharapkan
kicaumania yang hadir ribuan sesuai dengan tujuan utama yakni silaturahmi
akbar. Seperti event-event KM sebelumnya yang selalu dihadiri tak kurang dari 3.000
pengunjung.
“Tidak seperti event-event
lomba nasional dewasa ini, kita sengaja membuka tiket termahal Rp 350 ribu agar
seluruh lapisan akar rumput kicaumania bisa mengikutinya. Dan tujuan utama kami
yang pertama memperkuat organisasi, kedua mempererat silaturahmi. Sementara
ramainya peserta mungkin menjadi tujuan yang kesepuluh, dan ini sudah kami
sepakati,” paparnya.
Sangkar Bebas, Juri Independen
Kicaumania Cup IX menggunakan
sangkar bebas dan juri independen pilihan, dimana KM dalam memilih juri adalah
yang mempunyai reputasi bagus, dan juri dipilih secara random atau diacak
tempatnya agar dihasilkan lomba yang mendekati fair play.
“Juri kami ambil dari berbagai
daerah di pulau Jawa yakni Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur. Juri-juri ini telah kami amati track
record-nya cukup lama. Dan kenapa sangkar bebas? Karena ini dunia hobi,
kita tidak ingin mengekang penghobi dengan peraturan yang tujuannya untuk
mengeruk keuntungan lainnya,” ungkap Giri.
Terkait sistem penjurian, bagi
KM, semua sama bagusnya karena sudah tersistem. Menurut penilaian KM, semua
sistem penjurian lomba burung pasti dibuat dengan cermat, teliti, dan yang
terbaik. Kalaupun terjadi kecurangan-kecurangan saat penilaian, adalah ulah
oknum yang tidak bertanggung jawab.
“KM adalah organisasi netral,
kami bersahabat dengan pihak mana pun. Tidak menutup kemungkinan kami akan
menggunakan juri-juri dari BnR, Ronggolawe, PBI, atau Silobur di event-event
berikutnya. Karena kami netral, kami bisa bekerjasama dengan siapa saja,”
pungkasnya.
Maksimal 60 Gantangan, Lovebird 40 Gantangan
Seperti diketahui, akhir-akhir
ini pelomba kerap protes. Karena itu Kicaumania Cup IX akan menerapkan strategi
tersendiri untuk menekan protes. Menurut Giri, protes dewasa ini ini disebabkan
kepercayaan peserta terhadap juri yang mulai berkurang, atau oleh emosional
para pelomba yang ingin menang tanpa melihat burung lainnya.
“Di lomba KM, seperti kita
telah sebut sebelumnya, juri dipilih secara acak dari berbagai kota atau bahkan
provinsi agar dihasilkan yang mendekati fair
play. Peserta juga akan dilibatkan dalam pengawasan lomba dengan menjadi
sukarelawan mendampingi juri-juri kami,” ujar Andy Han.
Di dalam penjurian, juri
dilarang berkomunikasi, boleh berkomunikasi hanya dengan Korlap atau IP apabila
ragu untuk memastikan, atas sepengetahuan Pengawas KM.
Jumlah gantangan juga dibatasi
maksimal 60 gantangan, dan khusus kelas Lovebird maksimal 40 gantangan.
Pembatasan jumlah gantangan ini sengaja dilakukan untuk memaksimalkan penilaian
juri dengan mengurangi beban pemantauan jumlah burung.
“Strategi ini sudah kami
lakukan saat event Kicaumania Jatim Cup dan terbukti sukses, penonton tertib
dan lomba berjalan dengan lancar tanpa adanya protes dari peserta karena
peserta bisa mengawasi kinerja panitia dan juri lebih dekat,” jelasnya.
Dengan inovasi-inovasi yang
dilakukan KM, kicaumania wajib mengikuti event ini karena event KM ini diadakan
setahun sekali. KM mengadakan lomba sangat ketat, atau boleh dikatakan ribet di
internal pengurus untuk mengambil keputusan karena lomba ini milik bersama,
bukan individu-individu yang berambisi dalam lomba burung berkicau.
“Kami berusaha yang
sebaik-baiknya, ini agar kicaumania puas. KM mengadakan lomba berorientasi hobi
semata agar para kicaumania bertatap muka baik yang belum kenal ataupun kenal
hanya di dunia maya, sehingga dengan adanya lomba kita bisa bertemu karena satu
hobi,” tutup Andy Han.
Selasa, 02 Desember 2014
Om Yo Berharap Murai Batu Borneo dan Sumatera Satu Kelas
JAKARTA (KM) - Bagi Yohanes Tatit (Om Yo),
merawat Murai Batu Borneo cukup menarik karena gaya yang unik, tipe petarung,
kalau perlu pake fisik. Selain itu, suara Murai Batu Borneo juga sangat indah
tidak kalah dengan Murai Batu Sumatera.
“Dari Murai Batu Borneo yang
saya suka ya karakter gaya bertempurnya, lebih atraktif namun lagu pendek-pendek
tapi nyeri sesuai dengan gaya maculnya itu. Kalau posisi tidak tarung lagu Murai
Batu Borneo panjang-panjang seperti aliran air yang mengalir dan lagunya tajam-tajam,”
ungkap Om Yo dari Tarung Jawara SF.
![]() |
Om Yo |
Om Yo menjelaskan, gaya
fighter Murai Batu Borneo berbeda dari Murai Batu Sumatera dikarena di Kalimantan
lebih banyak perkebunan. Jadi kemungkinan pertempuran fisik sangat
dimungkinkan, karena itu proteksinya dengan cara mengebungkan badan untuk
menakuti musuh.
“Bandingkan dengan Murai
Batu Sumatra yang kebanyakan di hutan lebat, murai di hutan tarung suara
mengeluarkan suara panjang-panjang untuk menakuti musuh. Gaya bertarung Murai
Batu Borneo atraktif dengan gaya macul-maculnya dan mengembungkan dada dengan
karakter tembakan pendek-pendek tapi nyeri, ada juga yang panjang tapi saya
jarang temuin,” ujarnya.
Om Yo memiliki Murai Batu
Borneo “Panglima Burung” yang sebelumnya bernama “Bornad” yang menjadi
kesayangannya dari hasil tangkaran SWD, Klaten mengenakan ring Waris Jati.
Meski Panglima burung bukan merupakan Murai Batu Borneo galur murni, namun
karena memiliki karakter yang menjadi ciri khas Murai Batu Borneo, maka
Panglima Burung masuk dalam kategori kelas Murai Batu Borneo.
“Panglima Burung merupakan silangan
jantan Murai Batu Palangka dan betinanya murni Murai Batu Borneo,” jelasnya.
Meski kelas Murai Batu
Borneo terbilang jarang ada di lomba-lomba di wilayah Jabodetabek, namun
prestasi Panglima Burung cukup membanggakan. Panglima Burung pernah mencatatkan
namanya juara 1 Bupati Indramayu Cup,dan juara 8 di Royal Cup. Selain itu
Panglima Burung juga kerap menjuarai latber atau latpres di seputaran BSD,
Tangerang.
“Saya iseng saja karena
sebenarnya untuk ternakan menghasilkan trah borneo dengan gaya macul. Kalau
lagi ngeloloh saya ambil dari kandang main di latber ya sering masuk,” ujarnya.
Karena kualitasnya yang
bagus sebagai Murai Batu Borneo, Panglima Burung sempat mau di-buyback penangkarnya, SWD dengan harga
Rp10 jutai. “Kalau di latberan sempat ditawar 7 jutaan oleh orang BSD. Dan sama
pemain dari Kalimantan juga sempat berani nawar Rp15 juta,” ungkap Om Yo.
Untuk rawatan persiapan
lomba Panglima Burung, Om Yo mengutamakan asupan vitamin dan extra fooding (EF). “Karena sifatnya
yang fighter, tinggal ngencengin aja mendekati hari H, dipersiapkan secara
fisik asupan untuk energinya baik vitamin dan EF untuk pertarungan karena gaya
bertarung Murai Batu Borneo yang menguras tenaga,” jelasnya.
Saat lomba H-2 jangkrik, Panglima
Burung diberikan jangkrik 7ekor pagi dan sore, kroto 1 sendok (pagi), dan ulat hongkong
10 ekor (sore). H-1 diberikan full kroto pagi sore, full kerodong, ditambah vitamin.
Selain full kroto, saat H-1 Panglima Burung disajikan menu ulat hongkong
sebanyak-banyaknya, dan pas hari H rawatan biasa saja setelan minimalis seperti
rawatan harian.
“Kalau harian ya yang
penting burungnya tidak kelaparan. Kalau jemurnya kenceng ya krotonya banyakin
jangkrik secukupnya, kalau malas jemur ya takaran kroto sedikit aja, bisa
seminggu dua kali. Mandi cukup seminggu dua kali, syukur-syukur sempat diumbar
ya lebih bagus untuk memperkuat fisiknya,” ujar Om Yo.
![]() |
Panglima Burung |
OmYo berharap, peminat
Murai Batu Borneo makin banyak, sehingga membuat Event Organizer (EO) lebih
tertarik membuka kelas Murai Batu Borneo baik untuk latber, lomba regional
maupun nasional.
“Saat ini masih jarang
pemainnya karena banyak stigma pada Murai Batu Borneo sebagai burung kelas dua,
kurang bergengsi, gaya mbalon, dan ngendok. Ada juga yang mengatakan bikin
birahi Murai Batu Borneo Sumatera karena gayanya seperti Murai Batu betina
mantuk-mantuk,” kata Om Yo.
Bahkan, Om Yo bermimpi
Murai Batu Borneo bisa satu kelas dengan Murai Batu Sumatera di lomba namun
juri bisa obyektif dalam penilaian. Pasalnya, bagi Om Yo, Murai Batu Borneo
dilihat dari sisi manapun tetap judulnya Murai Batu, tidak berbeda dengan Murai
Batu Sumatera.
“Harusnya iya, masuk kelas
umum saja. Saya kurang setuju kalau di kelas khusus malah. Karena di situ
seninya yaitu menampilkan Murai Batu Borneo agar tampil maksimal dan bisa
menarik perhatian juri. Murai Batu Borneo harus kerja dua kali lipat untuk
mengalahkan Murai Batu lain. Sudah ngotot fisik, harus ngotok lagu pula,”
paparnya.
Karenanya, Om Yo mengimbau
pada seluruh penggemar Murai Batu Borneo agar lebih kompak dan bekerja sama
dengan cara sering membawa momongan Murai Batu Borneo di gelaran latber maupun
lomba. Dengan begitu, di harapkan EO sedikit terbuka matanya bahwa penggemar
Murai Batu Borneo ternyata cukup besar.
Murai Batu Borneo Ternyata Murai Batu Juga Loh...!!!
![]() |
Copsychus Malabaricus |
JAKARTA (KM) - Murai Batu yang dalam literatur ilmiah dinamai copsychus malabaricus dan oleh orang
Eropa biasa disebut White Rumped Shama
secara global penyebarannya sangat luas. Mulai dari India, China Barat Daya,
Asia Tenggara, Semenanjung Malaysia hingga Sunda Besar.
Di
Indonesia, burung yang termasuk dalam rumpun Turdidae ini banyak sekali
jenisnya yang di kalangan penghobi dibedakan berdasar daerah asal habitatnya.
Untuk kali ini, kita akan membahas Murai batu yang habitatnya di wilayah
Kalimantan yang terkenal dengan sebutan Murai Batu Borneo.
Murai
Batu Borneo adalah salah satu jenis yang dikenal di Indonesia selain Murai Batu
Sumatera dan Murai Batu Jawa (Larwo). Murai Batu Borneo adalah sebutan
kicaumania terhadap spisies Murai Batu yang berasal dari Pulau Kalimantan.
Seperti
Murai Batu Sumatera, Murai Batu Borneo juga banyak jenisnya. Walaupun banyak
jenisnya, tetapi secara umum yang dikenal ada tiga jenis yaitu Murai Batu Palangka, Murai Batu Banjar dan
Murai Batu Mahkota (Kepala Putih).
Karakteristik
Murai Batu Borneo yang sangat mudah dikenali adalah gayanya yang khas pada saat
tarung, yaitu dada membusung dengan bulu dada yang mengembang, kepala yang
menengadah ke atas lalu membungkuk ke bawah yang kadang dengan gerakan cepat
tetapi juga kadang-kadang bergerak lambat.
Sebaran Murai Batu Borneo
Murai Batu Palangka, yang oleh kicaumania di Kalimantan sering juga
disebut Murai Kalteng habitatnya tersebar di wilayah Kalimantan Tengah hingga
Kalimantan Barat. Sementara Murai Batu Banjar dapat ditemui di wilayah
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Sedangkan Murai Batu Mahkota (White Crowned
Shama) tersebar dari Kalimantan Barat hingga Kalimantan bagian Utara
(Malaysia).
Murai
Batu Palangka secara fisik identik dengan Murai Batu Lampung. Mungkin akibat
kemiripan secara fisik itulah, murai batu jenis ini pernah ditangkap secara
besar-besaran untuk dikirim ke Pulau Jawa dan Lampung.
Sebenarnya
Murai Batu jenis ini jika dilihat secara fisik banyak juga ragamnya, baik
gradasi warna bulu, warna kaki dan panjang ekornya.
Secara
garis besar dapat digambarkan tubuh sedang dengan bentuk agak memanjang, panjang
ekor sekitar 15 cm sampai 18 cm, warna bulu dada coklat muda hingga coklat tua,
warna
kaki hitam pekat, coklat kehitaman (warna tanduk), coklat kemerahan dan putih kekuningan.
Sementara
gaya tarung seperti typical Murai Batu Borneo jenis lainnya, Murai Palangka
juga akan mengembangkan bulu dadanya pada saat tarung. Tetapi tidak seperti
Murai Batu Banjar, murai batu jenis ini hanya mengembangkan bulu dada bagian
perut sampai batas dada (sedikit di bagian dada).
![]() |
Murai Batu Banjar |
Murai Batu Banjar, inilah yang biasa dicari hobbiest untuk dilombakan,
karena sifat fighter-nya yang sangat
tinggi. Sama halnya dengan Murai Batu Palangka, sebenarnya Murai Batu Banjar
yang oleh warga setempat biasa disebut "Tinjau Karang" ini juga
banyak jenisnya.
Warna
bulu dada, warna kaki dan panjang ekor berbeda-beda antara satu habitat dengan
habitat yang lain. Secara umum perbedaan Murai Batu Banjar dengan Murai Batu
Palangka adalah warna bulu dadanya cenderung lebih cerah dan ekor yang lebih
pendek dari Murai Batu Palangka. Panjang ekor murai jenis ini rata-rata antara
10 sampai 13 cm dan ada Murai Batu Banjar dari daerah tertentu yang memiliki
ekor rata-rata 15 cm.
Secara
garis besar typical Murai Batu Banjar dapat digambarkan body kecil, sedang sampai
besar, panjang ekor 10 cm sampai 15 cm, warna bulu dada coklat hingga coklat terang,
warna kaki hitam pekat, coklat kehitaman (warna tanduk), coklat kemerahan dan putih
kekuningan.
Gaya
Tarung Murai Batu Banjar pada saat tarung akan mengebangkan semua bulu dada
warna coklatnya hingga ke batas leher, sehingga sepintas terlihat menyerupai
bola tennis.
![]() |
Murai Batu Mahkota |
Murai Batu Mahkota, yang habitatnya mulai Kalimantan Barat hingga
Kalimantan Utara (Malaysia) ini sebenarnya sangat mirip dengan Murai Batu
Banjar. Kecuali celeret putih pada kepalanya secara keseluruhan Murai Batu ini
identik dengan Murai Batu Banjar, baik postur tubuh, warna dada, gaya tarung
hingga sifat fighter-nya yang tinggi.
Gambaran
umum Murai Batu Mahkota antara lain body kecil dan sedang, panjang ekor sekitar
10 cm sampai 13 cm, warna bulu dada coklat hingga coklat terang, warna kaki hitam
pekat, coklat kehitaman (warna tanduk) dan coklat kemerahan.
Gaya
tarung Murai Batu Mahkota seperti Murai Batu Banjar, pada saat tarung murai ini
juga mengebangkan semua bulu dada warna coklatnya hingga ke batas leher hingga
membentuk bulatan.
Banyak
kicaumania penggemar Murai Batu Borneo yang menyebut bahwa Murai Batu Banjar
adalah Murai Batu Borneo yang sering merajai kontes-kontes kelas Murai Batu Borneo
di Kalimantan.
“Untuk
sementara saya tidak menolak pendapat Murai Batu Banjar merajai kontes-kontes.
Sejauh lomba-lomba yang pernah saya ikuti khususnya di Kalsel, Kaltim dan
Kalteng memang demikian adanya. Bukan berarti Murai Borneo jenis lain tidak
prospek, tetapi sejauh ini jawara yang sering koncer pada lomba di wilayah
tersebut adalah dari jenis Murai Batu Banjar,” ujar Bahrullah Abdul Aziz
(Rifqie KM).
![]() |
Copsychus Malabaricus |
Tips Memilih Murai Batu Borneo
Pilih
warna bulu dada yang coklat muda, lebih terang/muda lebih baik. Kalau ada yang
supak (agak keputihan tetapi bukan blorok) lebih baik lagi. Murai Batu Borneo dengan
warna-warna bulu dada seperti tersebut rata-rata memiliki sifat fighter yang tinggi dan kerjanya ngedur.
Dari
variasi warna kaki Murai Batu Borneo yang pernah saya temui, skala prioritas
memilih Murai Batu Borneo melihat dari warna kaki adalah coklat kehitaman
(warna tanduk), hitam pekat, dan coklat kemerahan.
“Jangan
pilih warna kaki yang putih kekuningan, karena selain belum pernah ada yang jenis
ini koncer di kontes, saya juga pernah merawatnya dan hasilnya menurut saya
sangat mengecewakan. Mental serta daya tarungnya kurang serta terlalu lambat
untuk jadi,” ungkap Rifqie KM.
Panjang
ekor pilih yang agak pendek, dari 13 sampai 10 cm, bentuk kepala utamakan
memilih yang berbentuk papak, pilihlah yang memiliki tatapan tajam dan mata
tidak terlihat sayu.
“Pada
saat berkicau, perhatikan intensitas bukaan paruhnya. Pilih yang bukaannya
lebar, biasanya saat tarung akan mengeluarkan tembakan dengan full power,” ujar Rifqie.
Carilah
yang mempunyai leher yang agak besar, ini biasanya menunjukkan besarnya volume
suara yang dapat dikeluarkan. Selain hal-hal tersebut di atas, secara umum
pemilihan Murai Borneo berbakat sama dengan Murai Batu berbakat jenis lainnya.
![]() |
Copsychus Malabaricus |
Karakter
suara Murai Batu borneo
Pendapat
karakter suara Murai Batu Borneo adalah ngebass dan monoton, ini tidak benar. Dengan
perawatan yang benar, pemilihan masteran tepat dan proses mastering yang
intensif, Murai Borneo akan memiliki suara/lagu yang berkualitas.
Karena
kebanyakan Murai Borneo bertype nembak-nembak, pilih masteran utama dengan type
nembak seperti Cililin, LB, Pelatuk, Belibis, dan lainnya.
![]() |
Copsychus Malabaricus |
Pola Ekor Murai Batu Borneo
Pola
ekor Murai Batu Borneo adalah terdiri dari enam pasang (12 helai) bulu, dengan dua
pasang bulu hitam dan empat pasang bulu putih (bulu penyangga).
Bulu
ekor putih Murai Batu Borneo sendiri banyak polanya, di antaranya bulu ekor
putih polos semua dengan semburat hitam pada bagian ujungnya, ekor putih dengan
3 pasang polos dan sepasang (ekor putih terpanjang) berwarna separuh hitam, empat
pasang bulu ekor putih berwarna hitam pada pangkal bulunya, dan ada yang ekornya
berwarna hitam semua.
Namun
dewasa ini, sering terjadi perdebatan mana itu Murai Batu Borneo dan mana itu
Murai Batu Lampung. Banyak Murai Batu yang diklaim Lampung, pada kenyataannya
nggembung juga. Yang memprihatinkan, masalah ini sering menjadi percekcokan
antarkicaumania hingga muncul tuduhan penipuan.
Nasib Murai Batu Borneo di Lomba
Diakui
atau tidak, Murai Batu Borneo masih dipandang sebelah mata di ajang-ajang lomba
burung berkicau di Pulau Jawa dan Sumatera. Hanya di lomba-lomba yang sangat
besar saja yang membuka kelas Murai Batu Borneo. Namun sebaliknya di Pulau
Kalimantan yang menjadi endemiknya, lomba kelas Murai Batu Borneo lebih populer
dibandingkan Murai Batu Sumatera.
Dari
pengamatan di lapangan, banyak faktor yang menyebabkan kenapa Murai Batu Borneo
ini kurang populer untuk dilombakan di Pulau Jawa dan Sumatera. Di antaranya
karena faktor selera kicaumania, perbedaan gaya burung, bahkan hingga faktor
ekonomi.
Namun
sebenarnya, bagi kicaumania yang paham Murai Batu, antara Murai Batu Borneo dan
Murai Batu Sumatera sama saja, judulnya tetap Murai Batu. Jadi, faktor utama
yang menyebabkan Murai Batu Borneo kurang diminati di Jawa dan Sumatera lebih
karena ekonomi, yang dipicu ulah spekulasi pedagang.
Mengingat
populasi Murai Batu Sumatera yang semakin langka di hutan, menjadi alasan
khusus bagi pedagang untuk melambungkan harganya. Sehingga, jika Murai Batu
Borneo bisa populer di ajang lomba, maka dipastikan harga Murai Batu Sumatera
akan turun drastis bahkan atau bersaing dengan Murai Batu Borneo.
Sejumlah
kicaumania beralasan kenapa enggan merawat Murai Batu Borneo, karena saat
mengikutsertakan dalam lomba-lomba, selalu tidak dianggap oleh juri. Namun ada
juga yang beralasan bahwa jika Murai Batu Borneo digantangkan campur dengan
Murai Batu Sumatera, bisa menyebabkan Murai Batu Sumatera rusak mengingat
mental tempur Murai Batu Borneo sebenarnya lebih dahsyat.
“Tak heran jika masih jarang pemainnya, karena banyak stigma
pada Murai Batu Borneo sebagai burung kelas dua, kurang bergengsi, gaya mbalon,
ngendok. Ada juga yang mengatakan bikin birahi Murai Batu Sumatra karena
gayanya seperti Murai Batu betina mantuk-mantuk,” ungkap Yohanes Tatit (Om Yo),
penggemar Murai Batu Borneo dari Tarung Jawara SF.
Om
Yo berharap, kedepannya, Murai Batu Borneo bisa disatukan dengan Murai Batu
Sumatera di event-event lomba. Alasannya, selain tak kalah menarik, Murai Batu
Borneo juga memiliki suara-suara yang bagus saat digantang meski lebih
pendek-pendek lagunya karena gaya fighter-nya.
“Harusnya iya, masuk kelas umum saja. Saya kurang setuju
kalau di kelas khusus malah. Karena di situ seninya yaitu menampilkan Murai
Batu Borneo agar tampil maksimal dan bisa menarik perhatian juri. Murai Batu
Borneo harus kerja dua kali lipat untuk mengalahkan Murai Batu lain. Sudah
ngotot fisik, harus ngotok lagu pula,” papar Om Yo.
Di
sisi lain, gengsi kicaumania yang malu mengikutsertakan Murai Batu Borneo di
dalam lomba turut mempengaruhi kenapa Event Organizer (EO) di Jawa dan Sumatera
enggan membuka kelas Murai Batu Borneo. Karena kalaupun dibuka kelasnya, selalu
sepi pendaftar sehingga EO pun kapok untuk membuka kelasnya lagi di event-event
berikutnya.
Sebenarnya,
beberapa EO di wilayah Jabodetabek mulai memberikan apresiasi tinggi terhadap
keberadaan Murai Batu Borneo, misalnya dalam Seri VIII Liga Ronggolawe
Jabodetabek di Bintaro 9 Walk Sektor IX, Tangerang Selatan dan Seri Penutup
(XII) Liga Ronggolawe Jabodetabek di Brigif 202 Tajimalela, Jalan Raya
Narogong, Rawa Panjang, Bekasi beberapa waktu lalu.
Saat
di Seri VIII memang sempat ada pesertanya walau tidak banyak. Di event itu
Murai Batu Borneo Total Anarchy, Dimas Aryokusumo yang menjadi juaranya. Namun
saat di Seri Penutup, sayang kelas ini dibatalkan karena hanya ada dua
pesertanya, salah satunya Giri Prakosa (Giri KM) yang datang jauh-jauh dari
Jakarta.
Padahal,
penggemar Murai Batu Borneo di Jawa terbilang banyak, terutama di wilayah
Jabodetabek, dan EO sebesar Ebod Jaya sudah menunjukkan kepeduliannya. Jadi,
naik tidaknya kelas Murai Batu Borneo ini yang menentukan adalah kicaumania
sendiri, bukan karena pedagang ataupun EO.
Langganan:
Postingan (Atom)