Kamis, 21 Juli 2016

Politik Ekonomi Pasar Burung Berkicau


JAKARTA, KM - Bagi penangkar burung kenari, pasti pernah mengeluhkan harga kenari yang terjun bebas. Tapi mari kita coba tanyakan ke para penangkar kenari apa penyebab harga anjlok? Apakah karena kualitas kenari yang dihasilkan makin menurun? Apakah peminat burung kenari makin berkurang? Atau karena produksi yang dihasilkan para penangkar terlalu besar membanjiri pasar sehingga hukum ekonomi berlaku?

Tetapi yang paling tidak masuk logika adalah anjloknya harga kenari karena warna burung yang dihasilkan penangkar. Karena setahu saya (mohon dikoreksi bila salah) saat ini kontes kenari warna di Indonesia tidak ada.

Foto: royalcanary.blogspot.com


Lalu bagaimana dengan fenomena dibukanya kelas khusus kenari warna hijau karena disinyalir ada diskriminasi? Sudah tentu pasti ada pro dan kontra atau beda pendapat. Ini bukan hal baru atau sesuatu yang WOW, karena ini sama sekali tidak berbeda dengan polemik Murai Batu ekor putih/hitam, Kacer dada putih/hitam atau Ciblek gunung/non gunung.

Bila kita tanyakan kepada setiap EO atau juri apakah mereka benar membeda-bedakan burung yang notabene satu jenis saat berada di gantangan? Saya yakin 100% semua akan membantahnya.

Dan coba anda tanyakan kepada setiap juri apakah mereka tidak memantau burung karena warnanya karena tidak begitu terlihat? Saya juga yakin juri-juri itu akan menertawakan pertanyaan kita. Karena ini kontes basic on audio bukan basic on visual.

Tapi apabila benar juri kesulitan menilai burung kenari karena faktor warna, yang perlu dievaluasi kelayakan burung itu mengikuti kontes atau kelayakan juri tersebut untuk menjadi pengadil lomba burung?

Mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa munculnya kelas-kelas khusus seperti MB ekor hitam, MB Borneo, Campuran Import, LB kelas baby, kenari besar dan kecil, bahkan kenari warna khusus dikarenakan politik ekonomi pasar perburungan.

Kenapa disebabkan politik ekonomi pasar perburungan? Dalam komoditas apapun hukum ekonomi pasar pasti berlaku. Komoditas yang makin sulit didapatkan harganya pasti melambung sedangkan komoditas yang mudah didapat dan jumlahnya besar harganya cenderung murah.

Contohnya MB, semua tahu harga MB ekor putih asli Sumatera harganya tinggi karena makin sulit didapat walau dihantui maraknya MB import, sedangkan MB ekor hitam atau MB Borneo cenderung lebih murah karena ketersediaan di pasar masih banyak.

Karena ketersediaan banyak dan harga cenderung murah, maka pedagang atau komunitasnya tentu tidak tinggal diam. Untuk menggenjot harga, mereka biasanya menjalin kerjasama dengan EO untuk mulai menerima keberdaan burung tertentu, entah itu dengan cara membuka kelas khusus atau dengan cara lainnya. Semua semata-mata agar burung tersebut makin digemari dan harga perlahan-lahan namun pasti akan beranjak naik. Dan tentu saja ini juga memicu orang lebih giat menangkarnya atau merambahnya dari hutan demi memenuhi kebutuhan pasar.

Politik ekonomi ini juga berlaku untuk dibukanya kelas LB baby atau kenari warna khusus atau kenari besar dan kecil. Khusus LB, semua penangkar LB akan mengakui harga produknya makin anjlok dewasa ini. Hal ini bisa jadi disebabkan gempuran import yang gila-gilaan atau karena semakin banyaknya penangkar sehingga supply jauh lebih besar dari demand.

Perlu diakui, strategi dibukanya kelas baby merupakan langkah strategis dalam menggenjot harga hasil tangkaran. Karena penangkar bisa menjual sedini mungkin produknya dengan harga standar lomba walaupun belum tentu LB baby tersebut bisa berprestasi saat dewasa.

Begitu juga dengan kenari, dimana penangkar yang tidak mengedepankan kualitas semakin membludak, ditambah banjirnya import yang makin memperparah keadaan harga. Tentu dengan dibukanya kelas-kelas khusus agar penangkar lebih memperhatikan kualitasnya demi memenuhi persaingan di lomba-lomba baik kelas kenari besar atau kecil.

Namun untuk kelas kenari warna khusus, ini yang masih menjadi tanda tanya. Apakah benar karena juri mengalami kesulitan memantau kenari warna tertentu saat bersandingan dengan kenari warna lain? Bila itu benar adanya, tidak bisa dibayangkan bagaimana stresnya para juri saat kenari warna khusus tersebut digantang bersama. Menilai satu, dua atau tiga burung saja kesulitan, apalagi menilai puluhan saat digantang bareng.

Bisa jadi benar adanya banyak penangkar kenari yang banyak menghasilkan warna khusus ini mengeluh karena harga memprihatinkan. Tapi bisa jadi pula dengan dibukanya kelas kenari khusus ini akan disusul import besar-besaran juga dengan warna yang diinginkan.

Namun bila dibukanya kelas kenari warna khusus ini disebabkan politik ekonomi pasar perburungan, semua menjadi masuk akal karena alasan yang sama seperti burung yang lain.

Tapi terlepas dari apapun alasannya, semua adalah sah-sah saja. Karena dunia hobi burung berkicau sudah semakin jelas mengarah ke industrialisasi dan kapitalisme. Dan bagi penghobi juga sah-sah saja mengikuti arus perubahan dunia hobi burung berkicau ini.


Salam KicauMania,
Giri KM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar