JAKARTA (KM) - Bagi Yohanes Tatit (Om Yo),
merawat Murai Batu Borneo cukup menarik karena gaya yang unik, tipe petarung,
kalau perlu pake fisik. Selain itu, suara Murai Batu Borneo juga sangat indah
tidak kalah dengan Murai Batu Sumatera.
“Dari Murai Batu Borneo yang
saya suka ya karakter gaya bertempurnya, lebih atraktif namun lagu pendek-pendek
tapi nyeri sesuai dengan gaya maculnya itu. Kalau posisi tidak tarung lagu Murai
Batu Borneo panjang-panjang seperti aliran air yang mengalir dan lagunya tajam-tajam,”
ungkap Om Yo dari Tarung Jawara SF.
![]() |
Om Yo |
Om Yo menjelaskan, gaya
fighter Murai Batu Borneo berbeda dari Murai Batu Sumatera dikarena di Kalimantan
lebih banyak perkebunan. Jadi kemungkinan pertempuran fisik sangat
dimungkinkan, karena itu proteksinya dengan cara mengebungkan badan untuk
menakuti musuh.
“Bandingkan dengan Murai
Batu Sumatra yang kebanyakan di hutan lebat, murai di hutan tarung suara
mengeluarkan suara panjang-panjang untuk menakuti musuh. Gaya bertarung Murai
Batu Borneo atraktif dengan gaya macul-maculnya dan mengembungkan dada dengan
karakter tembakan pendek-pendek tapi nyeri, ada juga yang panjang tapi saya
jarang temuin,” ujarnya.
Om Yo memiliki Murai Batu
Borneo “Panglima Burung” yang sebelumnya bernama “Bornad” yang menjadi
kesayangannya dari hasil tangkaran SWD, Klaten mengenakan ring Waris Jati.
Meski Panglima burung bukan merupakan Murai Batu Borneo galur murni, namun
karena memiliki karakter yang menjadi ciri khas Murai Batu Borneo, maka
Panglima Burung masuk dalam kategori kelas Murai Batu Borneo.
“Panglima Burung merupakan silangan
jantan Murai Batu Palangka dan betinanya murni Murai Batu Borneo,” jelasnya.
Meski kelas Murai Batu
Borneo terbilang jarang ada di lomba-lomba di wilayah Jabodetabek, namun
prestasi Panglima Burung cukup membanggakan. Panglima Burung pernah mencatatkan
namanya juara 1 Bupati Indramayu Cup,dan juara 8 di Royal Cup. Selain itu
Panglima Burung juga kerap menjuarai latber atau latpres di seputaran BSD,
Tangerang.
“Saya iseng saja karena
sebenarnya untuk ternakan menghasilkan trah borneo dengan gaya macul. Kalau
lagi ngeloloh saya ambil dari kandang main di latber ya sering masuk,” ujarnya.
Karena kualitasnya yang
bagus sebagai Murai Batu Borneo, Panglima Burung sempat mau di-buyback penangkarnya, SWD dengan harga
Rp10 jutai. “Kalau di latberan sempat ditawar 7 jutaan oleh orang BSD. Dan sama
pemain dari Kalimantan juga sempat berani nawar Rp15 juta,” ungkap Om Yo.
Untuk rawatan persiapan
lomba Panglima Burung, Om Yo mengutamakan asupan vitamin dan extra fooding (EF). “Karena sifatnya
yang fighter, tinggal ngencengin aja mendekati hari H, dipersiapkan secara
fisik asupan untuk energinya baik vitamin dan EF untuk pertarungan karena gaya
bertarung Murai Batu Borneo yang menguras tenaga,” jelasnya.
Saat lomba H-2 jangkrik, Panglima
Burung diberikan jangkrik 7ekor pagi dan sore, kroto 1 sendok (pagi), dan ulat hongkong
10 ekor (sore). H-1 diberikan full kroto pagi sore, full kerodong, ditambah vitamin.
Selain full kroto, saat H-1 Panglima Burung disajikan menu ulat hongkong
sebanyak-banyaknya, dan pas hari H rawatan biasa saja setelan minimalis seperti
rawatan harian.
“Kalau harian ya yang
penting burungnya tidak kelaparan. Kalau jemurnya kenceng ya krotonya banyakin
jangkrik secukupnya, kalau malas jemur ya takaran kroto sedikit aja, bisa
seminggu dua kali. Mandi cukup seminggu dua kali, syukur-syukur sempat diumbar
ya lebih bagus untuk memperkuat fisiknya,” ujar Om Yo.
![]() |
Panglima Burung |
OmYo berharap, peminat
Murai Batu Borneo makin banyak, sehingga membuat Event Organizer (EO) lebih
tertarik membuka kelas Murai Batu Borneo baik untuk latber, lomba regional
maupun nasional.
“Saat ini masih jarang
pemainnya karena banyak stigma pada Murai Batu Borneo sebagai burung kelas dua,
kurang bergengsi, gaya mbalon, dan ngendok. Ada juga yang mengatakan bikin
birahi Murai Batu Borneo Sumatera karena gayanya seperti Murai Batu betina
mantuk-mantuk,” kata Om Yo.
Bahkan, Om Yo bermimpi
Murai Batu Borneo bisa satu kelas dengan Murai Batu Sumatera di lomba namun
juri bisa obyektif dalam penilaian. Pasalnya, bagi Om Yo, Murai Batu Borneo
dilihat dari sisi manapun tetap judulnya Murai Batu, tidak berbeda dengan Murai
Batu Sumatera.
“Harusnya iya, masuk kelas
umum saja. Saya kurang setuju kalau di kelas khusus malah. Karena di situ
seninya yaitu menampilkan Murai Batu Borneo agar tampil maksimal dan bisa
menarik perhatian juri. Murai Batu Borneo harus kerja dua kali lipat untuk
mengalahkan Murai Batu lain. Sudah ngotot fisik, harus ngotok lagu pula,”
paparnya.
Karenanya, Om Yo mengimbau
pada seluruh penggemar Murai Batu Borneo agar lebih kompak dan bekerja sama
dengan cara sering membawa momongan Murai Batu Borneo di gelaran latber maupun
lomba. Dengan begitu, di harapkan EO sedikit terbuka matanya bahwa penggemar
Murai Batu Borneo ternyata cukup besar.
Saya juga punya sayang gk bisa latberan ,Borneo jugakan burung,Terlalu nyepelein ciptaan tuhan
BalasHapusSaya punya awalnya ketipu lama lama suka hampir2 dilego,Napsu tarungnya bukan maen dah tu cerdas direndeng burung lain dia langsung niru suaranya
BalasHapusCrusjaya@yahoo.co.id email FB saya..mau berteman sama pecinta MB borneo
BalasHapusGak macul gak asik
BalasHapus