Selasa, 02 Desember 2014

Om Yo Berharap Murai Batu Borneo dan Sumatera Satu Kelas

JAKARTA (KM) - Bagi Yohanes Tatit (Om Yo), merawat Murai Batu Borneo cukup menarik karena gaya yang unik, tipe petarung, kalau perlu pake fisik. Selain itu, suara Murai Batu Borneo juga sangat indah tidak kalah dengan Murai Batu Sumatera.

“Dari Murai Batu Borneo yang saya suka ya karakter gaya bertempurnya, lebih atraktif namun lagu pendek-pendek tapi nyeri sesuai dengan gaya maculnya itu. Kalau posisi tidak tarung lagu Murai Batu Borneo panjang-panjang seperti aliran air yang mengalir dan lagunya tajam-tajam,” ungkap Om Yo dari Tarung Jawara SF.
Om Yo
Om Yo menjelaskan, gaya fighter Murai Batu Borneo berbeda dari Murai Batu Sumatera dikarena di Kalimantan lebih banyak perkebunan. Jadi kemungkinan pertempuran fisik  sangat dimungkinkan, karena itu proteksinya dengan cara mengebungkan badan untuk menakuti musuh.

“Bandingkan dengan Murai Batu Sumatra yang kebanyakan di hutan lebat, murai di hutan tarung suara mengeluarkan suara panjang-panjang untuk menakuti musuh. Gaya bertarung Murai Batu Borneo atraktif dengan gaya macul-maculnya dan mengembungkan dada dengan karakter tembakan pendek-pendek tapi nyeri, ada juga yang panjang tapi saya jarang temuin,” ujarnya.

Om Yo memiliki Murai Batu Borneo “Panglima Burung” yang sebelumnya bernama “Bornad” yang menjadi kesayangannya dari hasil tangkaran SWD, Klaten mengenakan ring Waris Jati. Meski Panglima burung bukan merupakan Murai Batu Borneo galur murni, namun karena memiliki karakter yang menjadi ciri khas Murai Batu Borneo, maka Panglima Burung masuk dalam kategori kelas Murai Batu Borneo.

“Panglima Burung merupakan silangan jantan Murai Batu Palangka dan betinanya murni Murai Batu Borneo,” jelasnya.

Meski kelas Murai Batu Borneo terbilang jarang ada di lomba-lomba di wilayah Jabodetabek, namun prestasi Panglima Burung cukup membanggakan. Panglima Burung pernah mencatatkan namanya juara 1 Bupati Indramayu Cup,dan juara 8 di Royal Cup. Selain itu Panglima Burung juga kerap menjuarai latber atau latpres di seputaran BSD, Tangerang.

“Saya iseng saja karena sebenarnya untuk ternakan menghasilkan trah borneo dengan gaya macul. Kalau lagi ngeloloh saya ambil dari kandang main di latber ya sering masuk,” ujarnya.

Karena kualitasnya yang bagus sebagai Murai Batu Borneo, Panglima Burung sempat mau di-buyback penangkarnya, SWD dengan harga Rp10 jutai. “Kalau di latberan sempat ditawar 7 jutaan oleh orang BSD. Dan sama pemain dari Kalimantan juga sempat berani nawar Rp15 juta,” ungkap Om Yo.

Untuk rawatan persiapan lomba Panglima Burung, Om Yo mengutamakan asupan vitamin dan extra fooding (EF). “Karena sifatnya yang fighter, tinggal ngencengin aja mendekati hari H, dipersiapkan secara fisik asupan untuk energinya baik vitamin dan EF untuk pertarungan karena gaya bertarung Murai Batu Borneo yang menguras tenaga,” jelasnya.

Saat lomba H-2 jangkrik, Panglima Burung diberikan jangkrik 7ekor pagi dan sore, kroto 1 sendok (pagi), dan ulat hongkong 10 ekor (sore). H-1 diberikan full kroto pagi sore, full kerodong, ditambah vitamin. Selain full kroto, saat H-1 Panglima Burung disajikan menu ulat hongkong sebanyak-banyaknya, dan pas hari H rawatan biasa saja setelan minimalis seperti rawatan harian.

“Kalau harian ya yang penting burungnya tidak kelaparan. Kalau jemurnya kenceng ya krotonya banyakin jangkrik secukupnya, kalau malas jemur ya takaran kroto sedikit aja, bisa seminggu dua kali. Mandi cukup seminggu dua kali, syukur-syukur sempat diumbar ya lebih bagus untuk memperkuat fisiknya,” ujar Om Yo.

Panglima Burung
OmYo berharap, peminat Murai Batu Borneo makin banyak, sehingga membuat Event Organizer (EO) lebih tertarik membuka kelas Murai Batu Borneo baik untuk latber, lomba regional maupun nasional.

“Saat ini masih jarang pemainnya karena banyak stigma pada Murai Batu Borneo sebagai burung kelas dua, kurang bergengsi, gaya mbalon, dan ngendok. Ada juga yang mengatakan bikin birahi Murai Batu Borneo Sumatera karena gayanya seperti Murai Batu betina mantuk-mantuk,” kata Om Yo. 

Bahkan, Om Yo bermimpi Murai Batu Borneo bisa satu kelas dengan Murai Batu Sumatera di lomba namun juri bisa obyektif dalam penilaian. Pasalnya, bagi Om Yo, Murai Batu Borneo dilihat dari sisi manapun tetap judulnya Murai Batu, tidak berbeda dengan Murai Batu Sumatera.

“Harusnya iya, masuk kelas umum saja. Saya kurang setuju kalau di kelas khusus malah. Karena di situ seninya yaitu menampilkan Murai Batu Borneo agar tampil maksimal dan bisa menarik perhatian juri. Murai Batu Borneo harus kerja dua kali lipat untuk mengalahkan Murai Batu lain. Sudah ngotot fisik, harus ngotok lagu pula,” paparnya.

Karenanya, Om Yo mengimbau pada seluruh penggemar Murai Batu Borneo agar lebih kompak dan bekerja sama dengan cara sering membawa momongan Murai Batu Borneo di gelaran latber maupun lomba. Dengan begitu, di harapkan EO sedikit terbuka matanya bahwa penggemar Murai Batu Borneo ternyata cukup besar.

4 komentar:

  1. Saya juga punya sayang gk bisa latberan ,Borneo jugakan burung,Terlalu nyepelein ciptaan tuhan

    BalasHapus
  2. Saya punya awalnya ketipu lama lama suka hampir2 dilego,Napsu tarungnya bukan maen dah tu cerdas direndeng burung lain dia langsung niru suaranya

    BalasHapus
  3. Crusjaya@yahoo.co.id email FB saya..mau berteman sama pecinta MB borneo

    BalasHapus